Abulipah (45 tahun) mengingat, anggota suku Dayak Iban di pedalaman Desa Semunying Jaya, Bangkayang, Kalimantan Barat, tak bisa dibilang sedikit. Sekira satu dekade lalu, jumlahnya masih mencapai 150 kepala keluarga.
Belakangan, jumlah itu jauh menyusut. Menurut Abulipah yang juga anggota suku Dayak Iban, tinggal sekitar 22 KK yang tingggal di Semunying Jaya saat ini. "Sebagian besar dari mereka memilih keluar dari Semunying Jaya," ujar Abulipah di Pontianak, Rabu (1/10). Ia saat itu menghadiri inkuiri alias dengar pendapat umum yang digelar Komnas HAM terkait persoalan konflik lahan di Kalimantan Barat.
Menurut Abulipah, 18 ribu hektare lahan awalnya mereka miliki. Tanah itu diwariskan turun-temurun. Saat ini, suku Dayak Iban hanya bisa mencoba mempertahankan 1.420 hektare di antaranya. "Seluas 1.420 hektare ini tanah adat kami, tanah yang paling suci bagi kami, namun saat ini juga sudah terancam karena terus dirampas meter per meternya," kata Abulipah.
Dijelaskannya, pada 2004 saat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bengkayang menebar izin usaha bagi perusahaan kelapa sawit, bencana bermula bagi suku Dayak Iban. Ketika protes resmi tak juga mendapat gubrisan, mereka lantas mencoba melakukan perlawanan.
"Tapi, malah kami yang dipidanakan," ujarnya. Abulipah menuturkan, lahan sawit menggerus tanah pertanian adat, tanaman setempat yang biasa dimanfaatkan anggota suku, sampai kuburan adat.
Manajemen perusahaan kelapa sawit setempat, PT Ledo Lestari (LS), membantah telah melakukan perampasan hak masyarakat adat suku Dayak Iban. Menurut Kepala Program PT LS Aris Pratama, sejak kedatangan mereka pada 2004, PT LS telah menem puh ragam prosedur sah untuk menjalankan usahanya.
Dia mengklaim, setiap KK masih diberi jatah tanah dua hektare untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan. Warga setempat pun, kata dia, direkrut untuk bekerja dan mencari nafkah di perusahaan tersebut.
Di sisi lain, Kepala Dinas Perhutanan dan Perkebunan Kabupaten Bengkayang Darsyafuddin mengatakan, PT LS sebenarnya sudah mengantongi izin dari bupati Bengkayang. "Hanya memang itu rekomendasi bupati Bengkayang yang keluarkan, belum dari Kementerian Perhutanan sebagai induk yang berhak memberikan HGU."
Tak hanya Dayak Iban, masyarakat Nanga Siyai, Kabupaten Melawi, Provinsi Kalimantan Barat, juga bersaksi dalam inkuiri. "Sejak tanah adat dikuasai menjadi kawasan TN-BBBR (Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya), kami menjadi tidak bisa berladang dan bercocok tanam yang sejak zaman leluhur sudah menggarap tanah tersebut," kata Bahen, seorang warga Masyarakat Adat Ketemenggungan Nanga Siyai dalam dengar pendapat umum, Kamis (2/10).
rep:Gilang Akbar Prambadi ed:fitriyan zamzami
JUMLAH KONFLIK AGRARIA
Perkebunan: 180 kasus (527.939,27 ha)
Infrastruktur: 105 kasus (35.466 ha)
Pertambangan: 38 kasus (197.365,90 ha)
Kehutanan: 31 kasus (545.258 ha)
KORBAN KONFLIK AGRARIA
Tewas : 21 orang
Tertembak : 30 orang
Penganiayaan : 130 orang
Penahanan : 239 orang
Sumber: Data Konsorsium Pembaruan
Agraria Tahun 2013