JAKARTA -- Sidang keenam kasus penistaan agama dengan terdakwa gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok kembali digelar, Selasa (17/1).
Agenda persidangan adalah mendengar kesaksian saksi pelapor dan saksi polisi dari Polresta Bogor. Namun, tiga saksi pelapor yang rencananya dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) batal hadir sehingga sidang ditunda pada Selasa pekan depan. Tiga saksi pelapor hadir yang batal hadir antara lain Ibnu Baskoro, Muhammad Asroi Saputra, dan Iman Sudirman.
Muhammad Asroi Saputra Hasibuan di Medan mengaku gagalnya dia hadir dipersidangan tersebut dikarenakan baru menerima undangan sidang pada, Senin (16/1) pukul 15.30 Wib.
"Surat dari Kejari, Jakarta Utara saya terima sore hari, kan mustahil rasanya saya bisa sampai tepat waktu, Selasa di Jakarta mengingat jarak tempuh Padangsidimpuan - Jakarta meski via udara," kata dia.
Padangsidimpuan-Jakarta harus terlebih dahulu menuju bandara Pinangsori, Sibolga atau Bandara Aek Godang transit Kualanamu.
"Lagi pula tidak ada penerbangan malam," terangnya.
Asroi mengaku siap dipanggil ulang sebagai saksi dengan harapan surat undangan dari Kejari Jakarta Utara diberitahukan jauh sebelumnya. "Saya siap jika kembali dipanggil sebagai saksi," katanya
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ali Mukartono membantah tidak berkoordinasi dengan tim kuasa hukum Ahok terkait pemanggilan dua saksi fakta pada sidang hari ini.
"Dua saksi itu sedianya kami siapkan untuk mengganti tiga saksi pelapor yang tidak hadir dalam sidang hari ini," kata Jaksa Ali seusai persidangan.
Sebelumnya, tim kuasa hukum Ahok mempermasalahkan pemanggilan dua saksi fakta yang tidak ada dalam jadwal pemeriksaan hari ini.
"Sebenarnya koordinasi awal sudah tetapi koordinasi akhirnya yang belum. Seharusnya pihak sana yang koordinasi dengan kami. Yang perlu kan pihak sana (Ahok)," ucap Ali.
Ia menilai pengajuan dua saksi fakta tersebut tidak ada yang salah karena mereka sudah masuk dalam daftar berkas pemeriksaan.
Hakim akhirnya hanya mendengarkan kesaksian saksi pelapor Willyudin Dani dan saksi polisi Briptu Ahmad Hamdani dan Bripka Agung Hermawan dari Polresta Bogor. Ketiga saksi dihadirkan karena ada kesalahan tik soal tanggap pelaporan dan lokasi kejadian.
Willyudin dalam kesaksiannya membantah memberikan laporan berempat pada 6 September. Dia menyatakan, laporan pada 6 September tersebut merupakan kesalahan polisi.
''Saya menjelaskan, jadi saya ditanya dulu, saya bertanya balik, kejadian yang mana? Kalau penodaan agama di Pulau Seribu 27 September. Kalau melihat video, di rumah saya, hari Kamis tanggal 6 oktober 2016 pukul 11.00 WIB,'' jelas dia
Awalnya, lanjut dia, laporan tersebut tidak diterima karena kejadiannya di Pulau Seribu. Dirinya memahami mengapa laporannya tidak diterima. Namun, yang terpenting baginya adalah sudah melapor terlebih dahulu.
Namun, usai menerima surat laporan, ternyata ada kesalahan pengetikan dengan menuliskan kejadian pada 6 September. ''Saya coret tanggal 6 September tersebut. Mana mungkin kejadian baru kemarin kok ini 6 September. Kemudian, di-print lagi, tapi cukup lama. Bahkan, saya lihat monitor, sudah betul, 6 Oktober,'' jelasnya.
Hakim kemudian menonfirmasi keterangan Briptu Ahmda yang berbeda perihal jumlah pelapor yang datang ke Polresta Bogor. Briptu Ahmad menyebut ada empat orang yang datang, sementara sebagai pelapor Willyudin, menyatakan hanya datang berdua. ''Jadi, yang benar berdua atau berempat? '' tanya Hakim.
Namun, Briptu Ahmad menjawab dengan ragu -ragu dan sambil tertawa. ''Tetap empat, bukan dua orang,'' ucap dia. Melihat ketidakseriusan saksi, Hakim pun memarahinya. ''Yang tegas, jangan ketawa-ketawa. Siap gitu loh, saudara malu, mencemarkan nama Korps kalau nggak tegas,'' tegas Hakim.
Hakim kembali bertanya kepada Briptu Ahmah. Apakah dirinya mengoreksi kembali surat laporan Willyudin. Dirinya menjawab telah mengoreksi surat tersebut. ''Betul, kok masih 6 September,'' ucap Hakim.
Melihat keraguan Briptu Ahmad, Hakim kembali menegaskan. ''Saudara jangan ketawa-ketawa gitu, serius. Saudara ngerti bahasa Indonesia kan saya kira,'' tegur hakim.
Kuasa hukum Ahok Humphrey Djemat menyebutkan, saksi pelapor Willyuddin Dhani telah memberikan keterangan palsu. Humphrey juga mencurigai bahwa saksi yang dihadirkan di persidangan keenam tersebut merupakan rekayasa belaka.
"Saksi Willyuddin tak menyerahkan barang bukti, hanya disket video saja, soal tanggal itu salah, waktu kejadiannya juga, begitu juga dengan lokasinya, lalu pelapor menyampaikan pada saksi mengatakan pada saksi (polisi) kalau tak diterima ribuan umat Islam akan menyerbu Polres Bogor. Ini kan tak masuk akal," ujar Humprey.
Saat ditanyakan kepada Willy datang ke Polres Bogor bersama siapa, kata Humprey, Willy menjawab hanya dua orang. Padahal, saksi polisi menyebut ada empat orang. Karena itu, ia menyebut bahwa Willy telah memberikan keterangan palsu. "Makanya, kita minta hakim memberi peringatan pada saksi pelapor yang memberikan keterangan palsu," ucap dia. rep: Muhyiddin, Eko Supriyadi/antara, ed: Hafidz Muftisany