JAKARTA — Perbedaan penetapan awal Ramadhan dan satu Syawal dinilai sebagai hal klasik. Hal tersebut terjadi akibat perbedaan keyakinan dalam menggunakan metodologi penetapannya. Hal tersebut perlu dihormati meski tetap akan diupayakan persamaan pandangan.
"Kita berupaya sedapat mungkin agar persamaan itu dicapai. Kalau tidak bisa juga, ya, tentu masing-masing dari kita harus berjiwa besar untuk toleran," ujar Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada Rabu (18/6).
Pemerintah, kata dia, berkewajiban menetapkan satu Ramadhan dan satu Syawal karena negara bertanggung jawab terhadap mayoritas umat Islam yang membutuhkan kepastian hukum dalam menjalankan ibadah puasa.
Meskipun PP Muhammadiyah sudah menetapkan satu Ramadhan dan Syawal, Menag yakin ormas tersebut akan hadir dalam sidang isbat untuk menunjukkan kebersamaan di antara sesama umat Islam. "Saya sudah berkunjung ke Pak Din Syamsuddin (ketua umum PP Muhammadiyah—Red) ada kesepahaman bahwa upaya kebersamaan itu bisa diwuudkan," katanya.
Muhammadiayah telah menaetapkan 1 Ramadhan jatuh pada 28 Juni 2014.pemerintah dan PBNU akan menunggu sidang isbat yang melibatkan ormas-ormas islam.Penetapan dalam sidang ini di dasarkan pada pengamatan hilil yang di lakukan di sejumlah wilayah Indonesia.
Sebelumnya PBNU dan Muhammadiyah juga meminta agar umat islam tidak mempermasalahkan terjadinya perbedaan awal Ramadhan.Semua pihak mestinya bisa saling menghormatidalam menghadapi perbedaan tersebut. rep:c78 ed:heri ruslan