Abdul Halim terbang ke Makau. Ia ditemani istrinya. Suami-istri ini bukan hendak melancong, melainkan berdakwah. Bagi Halim ini merupakan pengalaman pertamanya. Bekal yang ia bawa tak sekadar ilmu agama, tetapi juga informasi pekerja Indonesia di sana.
Pada Senin (30/6) malam, ia mengatakan sudah dua hari berada di daerah administratif khusus di Cina itu. Rata-rata, katanya, kebanyakan pekerja migran merupakan perempuan. "Sambutan mereka sangat bersahabat," ujarnya.
Ia mengaku belum berinteraksi dengan masyarakat setempat sebab baru dua hari tiba. Namun, berdasarkan cerita para pekerja migran, majikan mereka cukup baik dan manusiawi. Selanjutnya, ia banyak berkonsultasi dan mencari informasi mengenai kondisi pekerja.
Tujuannya, menyesuaikan materi dakwah yang akan disampaikan kepada mereka. Sambil mengkaji situasi, ia mengajarkan fikih perempuan selepas Tarawih. "Dalam hal ini, istri saya sangat banyak membantu," katanya. Materi akhlak dan tauhid juga diajarkan.
Ia bertekad sebisa mungkin mengajak mereka menjaga keyakinan Islamnya di tengah kesibukan bekerja dan berbaur dengan non-Muslim. Caranya, dengan merangkul bukan memukul dan mengajak bukan mengejek.
Intinya, kata alumnus Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir itu, dakwah disampaikan dengan cara moderat sehingga bisa menyentuh hati mereka. Pengalaman pertama mengemban misi khusus mengajarkan ilmu agama ke negeri orang juga dihadapi Cucu Surahman.
Ia kebagian tugas ke Belanda. Ia pernah ke negeri ini namun dengan tujuan berbeda, menyelesaikan studi S-2 di Universitas Leiden. Saat itu, ia memang sempat mengisi pengajian, khotbah Jumat, dan acara lainnya. Paling tidak ia telah mengetahui medan dakwahnyya.
Karena itu, lelaki kelahiran 13 Januari 1981 tersebut mengaku belum menemui kendala berarti dalam penyesuaian lingkungan. Di sisi lain, ia merasakan keharuan melihat warga Indonesia di Belanda mengisi bulan Ramadhan.
Menurutnya, walaupun mereka berpuasa 18 jam lamanya, dalam kondisi sangat lelah mereka tetap bersemangat datang ke mesjid yang jaraknya jauh dari rumah masing-masing. "Mereka membawa makanan dan minuman. Tampak gembira."
Bagi masyarakat Indonesia di Belanda, masjid merupakan tempat bersilaturahim. Mereka bertahan di masjid sampai selesai Tarawih, sekitar pukul 01.00 waktu setempat.
Ia menuturkan, sesampai di Belanda ia menemui pengurus Persatuan Pemuda Muslim Eropa, Amsterdam. Ia membahas kegiatan dakwah yang akan dilakukan selama sebulan. Ia juga telah memetakan jamaahnya. Sebagian besar mereka merupakan orang Jawa.
Mereka penganut Mazhab Syafi’i yang lebih dekat ke tradisi Nahdlatul Ulama (NU).
Menurutnya, masalah utama yang dihadapi, yakni waktu. Kini, waktu malam di Belanda lebih pendek dibandingkan siang. "Siang hari para jamaah tentu di tempat kerja."
Tempat tinggal jamaah yang jauh dari masjid pun menjadi masalah tersendiri. Meski begitu, ia menargetkan dakwahnya pada Ramadhan kali ini dapat menambah wawasan keislaman bagi mereka. Dai lainnya, Ahmad Pranggono, menginjakkan kakinya di Thailand.
Tugas khusus ia dapatkan. Ahmad meningkatkan kesadaran masyarakat Muslim Thailand berzakat. "Saya akan melakukan pendekatan emosional terhadap mereka," katanya, Selasa (1/7). Caranya, ia menunjukkan kondisi sosial di sekitar mereka.
Halim, Cucu, dan Ahmad tergabung dalam Corps Dai Dompet Dhuafa (Cordofa). Ada 20 dai terpilih yang berdakwah di luar negeri dan pedalaman Indonesia. "Kami memenuhi kebutuhan dakwah di berbagai tempat," kata Presiden Direktur Dompet Dhuafa Ahmad Juwaini.
Pengiriman dai mencakup perbatasan Kalimantan, Nunukan, Nusa Tenggara, Pulau Roti, dan berbatasan lainnya. Tujuan luar negeri, yaitu Korea Selatan, Hong Kong, Australia, Selandia Baru, Amerika, Belanda, Jepang, Malaysia, Filipina, Cina, Thailand, dan Belgia.
Program ini bermula sejak tahun lalu. Bedanya tahun ini jumlahnya lebih banyak. "Tahun lalu kami hanya mengirim sepuluh, sedangkan tahun ini 20 dai," ujarnya.
Mereka akan berdakwah selama sebulan di tempat tujuan masing-masing. Tugas mereka menyampaikan ajaran Islam, menyosialisasikan Islam, serta mencatat keadaan di wilayah dakwah masing-masing untuk nantinya dapat menjadi bahan berbagi, bahkan dapat ditindaklanjuti untuk dicarikan solusi. n c78 ed: ferry kisihandi