Ramadhan memasuki 10hari pertama. Masjid dan ulama berupaya agar jamaah menjaga semangat beribadah. Jangan sampai, hari-hari berikutnya menjadi tren penurunan jumlah jamaah yang beraktivitas di masjid.
Masjid Baitul Ihsan, Bank Indonesia, salah satu yang menjaga jamaahnya. Bangunan seluas 1.087 meter persegi dengan daya tampung sekitar 1.040 jamaah itu selalu ramai. Saat shalat Zhuhur berjamaah pada Senin (7/7), ruang utama masjid sarat jamaah.
Tak hanya itu, di lantai dua juga terisi setengahnya oleh para jamaah, baik karyawan maupun warga sekitar. "Bukan hanya pada Ramadhan, di luar bulan suci pun demikian," kata Ketua Tim Pengarah Manajemen Masjid Baitul Ihsan (MBBI) Trisno Nugroho.
Ia menuturkan, dalam kurun tujuh tahun terakhir, shalat berjamaah selalu ramai, terutama Zhuhur. Setelah shalat, ada tausiyah. Manajemen, kata dia, sudah bertekad membentuk masyarakat yang selalu merindukan masjid.
Cita-cita ini diwujudkan dengan memberikan pelayanan maksimal terhadap jamaah. Setiap hari, jamaah selalu ramai, bahkan bertambah, terutama saat Tarawih dan malam-malam ganjil Ramadhan. Selain pelayanan, ada kesadaran jamaah untuk konsisten mengisi Ramadhan.
Di samping itu, keberadaan para ustaz dan ulama yang terus menyampaikan tausiyah keutamaan ibadah pada hari-hari terakhir Ramadhan turut berperan. Demi menjaga kesetiaan jamaah, setiap tahun ada program variatif.
Tahun ini, misalnya, Masjid Baitul Ihsan menekankan dakwah dengan tema Sharing Akhlak Qurani. Serangkaian kegiatan pun disusun yang terkait dengan tema ini. Di antaranya, membahas soal prinsip kejujuran, menjaga kualitas kerja, ikhlas, dan saling menasihati dalam kebaikan.
Manajer Operasional dan Pelayanan MMBI Slamet Agung Rijadi menjelaskan, jamaah masjid terdiri atas karyawan Bank Indonesia, warga Tanah Abang dan Jabodetabek. Saat banyak karyawan pulang kampung, kekosongan jamaah tertutup oleh warga asli Betawi.
"Jadi, kita belum pernah mengalami pengikisan jamaah, malah justru selalu bertambah," kata Agung. Secara terpisah, cendekiawan Muslim Didin Hafidhuddin mengatakan, umat Islam perlu diingatkan ibadah Ramadhan, bukan hanya pada awal.
Justru, mendekati akhir Ramadhan, sangat diutamakan. Tradisi menyambut Lebaran masih cenderung dianggap rutinitas tahunan, makanya minim perencanaan. Akibatnya, energi yang dapat digunakan untuk beribadah menjadi terambil oleh persiapan hari raya.
Di antaranya, belanja baju Lebaran atau mudik ke kampung halaman. Karena itu, Didin meminta ulama dan mubaligh menjadikan Ramadhan sebagai peluang memaksimalkan pembinaan umat. Begitu pula, para pengurus masjid.
"Mereka mesti memiliki strategi mempertahankan jumlah jamaahnya. Caranya, dengan mengadakan rangkaian kegiatan yang variatif dan menarik," kata Didin. Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Syuhada Bahri menyampaikan pandangan serupa.
Ia pun sepakat, disadari atau tidak, sampai saat ini Ramadhan masih dipandang sebagai ibadah musiman. Menurut dia, masih banyak orang yang menjalankan tradisi lama dengan istilah puasa tutup kendang. Orang hanya berpuasa dan bersemangat pada awal dan akhir Ramadhan.
"Warisan ketidakpahaman itulah yang membuat puasa Ramadhan masih menjadi ibadah musiman," kata Syuhada. rep:c78 ed: ferry kisihandi