Selasa 08 Jul 2014 15:30 WIB

Karikatur The Jakarta Post Dinilai Langgar UU

Red:

JAKARTA -- Karikatur barian The Jakarta Post edisi Kamis (3/6) menuai kecaman. Dalam edisi yang dimuat di halaman 7 harian berbahasa Inggris tersebut memuat karikatur dengan gambar simbol Islam berukuran besar di rubrik opini.

Karikatur tersebut menggambarkan bendera berlafaz "Laa ilaha illallah" dengan logo tengkorak yang terpasang di bendera. Tidak sekadar itu, lafaz tahlil tersebut dipadukan dengan bendera tengkorak khas bajak laut. Kemudian, tepat di tengah tengkorak, tertera tulisan "Allah, Rasul, Muhammad".

Gambar tersebut memuat karikatur dalam beberapa adegan. Adegan pertama menampilkan lima orang sedang berlutut dengan mata tertutup kain di tanah dan tangannya terikat di belakang. Mereka sedang ditodong senjata.

Di belakang lima orang itu berdiri seorang pria berjenggot dan beserban. Dia sedang mengacungkan senjata laras panjang ke arah mereka, seolah-olah siap melakukan eksekusi. Gambar lainnya diambil dari jarak dekat. Terlihat mobil pikap merek Totoya yang ditumpangi tiga orang dengan senjata berat, seperti peluncur roket dan antiserangan udara sedang siaga.

Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menilai, karikatur tersebut sebagai kejahatan. Ketua PBNU Prof KH Maksum Machfoedz menegaskan, pihaknya akan meminta klarifikasi kepada The Jakarta Post tentang karikatur tersebut.

Dia pun mengaku, akan melakukan permintaan maaf terbuka dari surat kabar tersebut. Menurutnya, karikatur itu merupakan bentuk dari religious crime dan masuk ke ranah pidana. "Secara pribadi, saya gemetar melihat karikatur itu. Saya juga gemeter membaca berita itu. Tega sekali melakukan pelecehan terhadap agama mayoritas. Tentu, ini harus diperkarakan," tegas Maksum.

Tanpa tindakan tegas, Kiai Maksum khawatir, gelombang gerakan pengadilan jalanan akan membengkak. Padahal, ujarnya, PBNU selalu mempromosikan kedamaian dan persaudaraan sejati antar umat melalui toleransi tanpa batas, lokal dan global, sehingga bisa mempertahankan NKRI serta perdamaian dunia.

Maksum menyatakan, tindakan The Jakarta Post sangat sembrono dan pantas disesalkan siapa saja. Terlebih, karikatur tersebut dipublikasikan pada bulan suci yang memiliki semangat toleransi. "Umat lain pun akan ikut marah atas nama toleransi," terang Maksum.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain mengungkapkan, terbitnya karikatur tersebut membuktikan eksistensi gerakan anti-Islam di Indonesia. Padahal, umat Islam sebagai mayoritas di negeri ini sudah berupaya untuk bersikap lembut kepada minoritas. "Kami berjuang keras memerdekakan negara ini dari penjajah. Jangan setelah merdeka malah dihina dan dipinggirkan,"tegas Tengku saat dihubungi Republika, Senin (7/7).

Lewat organisasi masyarakat (ormas) Mathla'ul Anwar yang dipimpinnya, Tengku pun mengaku, akan mempertimbangkan langkah hukum terhadap koran yang menjadi bagian Kompas Gramedia Group tersebut. Lewat karikaturnya, ujar Tengku, The Jakarta Post telah berupaya menyamakan simbol Allah dengan bajak laut.

Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan, The Jakarta Post langsung memuat permintaan maaf mereka dalam editorialnya segera setelah mendapat teguran dari Dewan Pers."Kita setelah melihat langsung hubungi The Jakarta Post. Mereka langsung minta maaf, langsung dimuat di editorialnya. Saya tidak tahu apakah karena Dewan Pers atau apa, tapi mereka sudah minta maaf." kata Bagir Manan saat dihubungi Republika, Senin (7/7).

Pemimpin redaksi The Jakarta Post Meidyatama Suryodiningrat menyadari, telah membuat error in judgement dalam pemuatan karikatur yang menggambarkan bendera tengkorak dan tulisan La ilaha illallah. Gambar tersebut,menurutnya, lahir dari keputusan kurang bijak.

"Selasa besok, kami akan memuat permintaan maaf. Berita itu akan kami cabut," imbuh pria yang kerap disapa Dimas ini saat dihubungi, Senin (7/7). Berita versi e-paper pun akan dihapus dan dikirim ulang. "Jadi, nantinya karikatur itu tidak ada lagi," imbuhnya.

Pihaknya mengakuti kurang arif memutuskan gambar itu. Pihaknya meminta maaf kepada pihak-pihak yang merasa tersinggung. Menurutnya, The Jakarta Post tidak ada niatan menyinggung wilayah keagamaan.

Dimas memaparkan karikatur itu lahir dari kegelisahan akan maraknya perang saudara sesama Umat Islam di Irak. Gambar tersebut pada mulanya adalah kritik terhadap penggunaan simbol keagamaan dalam aksi kekerasan. "Jadi, yang dipermasalahkan ISIS," imbuhnya.rep: Erick Purnama Putra/Erdy Nasrul/c57/c92 ed: a syalaby ichsan

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement