Jumat 18 Jul 2014 12:00 WIB

Kekuatan Kecerdasan Ketiga

Red:

Oleh: Prof Nasaruddin Umar -- Kalangan ilmuwan modern membagi kekuatan kecerdasan dalam tiga kelompok, yaitu kecerdasan intelektual (IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Kecerdasan terakhir ini lama sekali tidak diakui di dunia Barat. Dona Zohar, salah seorang di antaranya yang mempromosikan kecerdasan ini ke dunia Barat hingga sekarang menjadi populer. Dalam Islam, kecerdasan ketiga ini sudah lama dikembangkan ilmuwan Muslim, khususnya pada abad pertengahan.

Misalnya, Imam al-Ghazali (wafat 1111 Masehi) dan beberapa sufi lainnya. Model kecerdasan spiritual ini diperkenalkan dalam beberapa istilah, seperti dapat dilihat dalam konsep mukasyafah dan konsep ma’rifah al-Ghazali. Menurut al-Ghazali, kecerdasan spiritual dalam bentuk mukasyafah (penyingkapan langsung) diperoleh setelah ruh terbebas dari berbagai hambatan. Hambatan di sini maksudnya kecenderungan duniawi, berbagai penyakit jiwa, termasuk dosa dan maksiat.

Mukasyafah merupakan target terakhir para pencari kebenaran dan mereka yang berkeinginan meletakkan keyakinannya di atas kepastian. Kepastian yang mutlak tentang kebenaran hanya mungkin dicapai ketika ruh tidak lagi terselubung khayalan dan pikiran. (Lihat Muqadimah Ihya’ ‘Ulum al-Din). Menurutnya, kecerdasan spiritual dapat diperoleh melalui wahyu dan atau ilham. Wahyu merupakan "kata-kata" (kalam) yang menggambarkan hal yang tidak dapat dilihat secara umum, diturunkan Allah kepada Nabi-Nya untuk disampaikan kepada setiap orang.

Sedangkan, ilham hanya merupakan pengungkapan (mukasyafah) kepada manusia pribadi yang disampaikan langsung masuk ke dalam batin seseorang. Al-Ghazali tidak membatasi ilham itu hanya pada wali, tetapi diperuntukkan kepada siapa pun yang diperkenankan Allah.

Menurut al-Ghazali, tidak ada perantara antara manusia dan pencipta-Nya. Ilham diserupakan dengan cahaya yang jatuh di atas hati yang murni dan sejati, bersih, dan lembut. Dari sini al-Ghazali tidak setuju ilham disebut atau diterjemahkan dengan intuisi.

Ilham berada di wilayah supra conciousnes, sedangkan intuisi hanya merupakan sub-conciousnes. Allah SWT sewaktu-waktu dapat saja mengangkat tabir yang membatasi Dirinya dengan makhluk-Nya.

Ilmu yang diperoleh secara langsung dari Allah itulah yang disebut ‘ilm al-ladunny oleh al-Ghazali (lihat karyanya, Risalah al-Ladunniyyah). Orang yang tidak dapat mengakses langsung ilmu pengetahuan dari-Nya tidak akan menjadi pandai. Al-Ghazali mengukuhkan pendapatnya dengan mengutip QS al-Baqarah ayat 269. Al-Ghazali sedemikian komperhensif memperkenalkan kecerdasan spiritual, terutama di dalam kitabnya, Ihya Ulum al-Din, yang bisa dikatakan sebagai masterpiece-nya. Pendapatnya yang komperhensif ini membuatnya dekat dengan berbagai golongan dan aliran. Ia banyak dikutip oleh ulama Syi’ah dan kelompok-kelompok spiritual dari agama lain.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement