Sabtu (19/7) itu, mesin mulai dihidupkan. Getarannya terasa sampai ke lumbung kapal. Para santri Orphanship tak begitu menyadari. Mereka sedang larut dalam semarak acara penutupan Orphanship 2014 di dek ballroom kapal. Pada hari terakhir, mereka tengah melewati sesi evaluasi dan apresiasi kegiatan selama dua hari kemarin.
Orphanship merupakan kegiatan tahunan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) bekerja sama dengan TNI Angkatan Laut. Program tersebut berbentuk pesantren kilat Ramadhan untuk yatim sambil berlayar di atas kapal. Acara melibatkan 305 yatim dan anak dhuafa dari 20 yayasan se-Jabodetabek, Serang, dan Pulang Panggang. Usia para Santri Orphanship berkisar antara 11 hingga 15 tahun. Tahun ini, kapal yang ditumpangi ialah Kapal Perang TNI AL bernama KRI Tanjung Nusanive 937.
Orphanship yang berlangsung pada 17-19 Juli ini merekrut 19 mentor dari PPSDMS Yayasan Nurul Fikri. Kesembilan belas orang inilah yang bertanggung jawab memberikan materi untuk anak-anak santri Orphanship.
"Saya ingin jadi koki profesional," kata salah seorang peserta, Fikri dari kelompok I. Ia merupakan peserta yang pertama kali tampil ke depan setelah panitia menunjuknya karena melihat tulisannya. Sejurus kemudian, ia tampak kebingungan. Fikri rupanya belum terbiasa tampil di depan umum, juga disorot kamera televisi.
Peserta lainnya, Nizam dan Komaruzzaman, ingin menjadi pengusaha. Dua anak ini ingin mandiri dan tak terus-menerus menyusahkan para pengasuhnya. Lebih spesifik, Nizam bertekad ingin menjadi pengusaha roti yang paling laris di Indonesia dan di seluruh dunia. "Namanya Natashabakery, nanti pada usia 24 tahun, saya mau promosi lewat internet," katanya.
Para santri semakin tersulut keberaniannya ketika panitia menyinggung soal nasihat pelaut Bugis yang menyatakan pentingnya perencanaan akan cita-cita luhur. Bunyi nasihat itu, "Sebelum berangkat tiba dulu".
Selain itu, Bintang dan Nofra Eliandi ingin menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Jika Bintang ingin menjadi TNI Angkatan Darat, Nofra ingin menjadi TNI Angkatan Udara. Mereka ingin menjadi tentara karena ingin membela rakyat Palestina yang saat ini sedang diperlakukan tidak adil oleh Israel. "Karenanya, saya harus makan makanan bergizi agar sehat dan bisa jadi tentara, juga dari sekarang harus belajar bahasa Arab dan mempelajari daerah-daerah di kawasan Arab," ujarnya.
Ada juga Sulton dan Udi dari kelompok 17 yang bercita-cita menjadi ulama. Mereka ingin melanjutkan perjuangan Rasulullah dalam menyampaikan risalah Islam. Selain menjadi ulama, Udi juga ingin menjadi ahli hukum.
Menurutnya, banyak orang di Indonesia yang melanggar hukum. Ia juga ingin mengganti hukum yang berlaku di Indonesia dengan hukum Islam. Makanya, ia juga ingin menjadi ketua Mahkamah Konstitusi. Langkah yang Udi Lakukan, yakni terus belajar keras dan yang terpenting selalu menghormati orang tua.
Sebelumnya, anak-anak melewati sesi evaluasi atas apa yang mereka lakukan dua hari ke belalakang. Semua tingkah menyimpang harus dipertanggungjawabkan. Ada yang pada hari kemarin tidak berpuasa, merokok, dan menjarah barang dagangan orang. Tapi di sesi evaluasi, mereka dipacu untuk berani mengakui kesalahan, serta didorong untuk selalu takut akan pengawasan dari Allah dan malaikat-Nya.
Dengan sentuhan muhassabah dari perwakilan panitia, para santri diajak mengingat kebesaran Allah dan selalu bertobat setiap hari. Tampak para santri menundukkan kepala dan beberapa lainnya menitikkan air mata.
Kapal perang itu masih berjalan. Getarannya masih terasa di dinding dan lantai. Setelah anak-anak mengakui kesalahan dan menyampaikan cita-citanya, mereka kembali tampil sebagai perwakilan kelompok. Tujuannya, untuk mempererat persatuan antarsantri agar berkesan sampai hari terakhir. rcep:78 ed: a syalaby ichsan