Jumat 01 Aug 2014 15:30 WIB

Semangat Ramadhan Perlu Dijaga

Red:

JAKARTA — Menginjak Syawal, masyarakat Islam memasuki babak baru setelah melakukan proses penempaan diri pada Ramadhan. Dalam mengawalinya, sikap amanah dan istiqamah perlu dijalankan agar berkah Ramadhan senantiasa terasa hingga bertemu lagi dengan Ramadhan selanjutnya.

"Ramadhan artinya membakar, proses pembersihan. Selama sebulan penuh kita melakukan pelatihan berupa puasa dan amalan lainnya agar memperoleh kemenangan di Idul Fitri," kata Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia Pusat Dr Imam ad-Daruquthni kepada Republika, kemarin.

Menjalani hari pada Syawal, lanjut dia, seperti mengawali catatan baru yang mesti dijaga agar tak tercampur lagi oleh godaan hawa nafsu. Karena itu, umat Islam harus dapat menjaga amanah untuk selalu istiqamah menjaga amalan yang rutin dilakukan selama Ramadhan.

Menurut Imam, amalan adalah realisasi iman. Ia berkaitan dengan seluruh sendi kehidupan, seperti penegakan hukum, kebijakan, dan keadilan, baik dalam lingkup kecil maupun bernegara. Ketika Idul Fitri terlewati, yang mesti dilakukan adalah merealisasikan amalan Ramadhan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Wihdan Hidayat/Republika

Tadarus Alqur'an

Menyoal masjid, umat Islam juga harus konsisten merapat ke masjid dan menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan. Selaku pengurus DMI, ia menyeru agar masyarakat memperbarui semangatnya dalam merapat ke masjid setelah Ramadhan.

Sejalan dengan seruannya, DMI pun akan terus-menerus meningkatkan kualitas masjid agar masyarakat semakin betah. Misalnya, dalam berkegiatan pendidikan, ada PAUD, sekolah agama, atau layanan kesehatan. Ke depan, DMI juga sedang merancang cyber mosque agar masyarakat masjid bisa berkoordinasi dengan mudah lewat ranah maya.

Pimpinan Dewan Syariah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Didin Hafidhuddin sepakat Syawal harus dijadikan momen menjaga amanah iman. "Indikatornya adalah mereka yang istiqamah dalam menjalankan apa yang diperintahkan, bukan hanya di Ramadhan, melainkan juga setiap bulan," ujarnya.

Syawal, lanjut dia, artinya peningkatan. Manusia yang sukses menjalankan Ramadhan juga akan semakin tunduk kepada Allah menjadi al-Munfiqin alias senang berinfak, peka sosial, serta mejadi orang yang selalu bertobat. "Bersedekah dan berzakat kemudian menjadi gaya hidupnya," papar ketua umum Baznas tersebut.

Ketua PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas menyebut, Syawal juga harus dijadikan momen berbagi. Di tengah umat yang juga menjalani proses kebudayaan pada Syawal dengan berlebaran dan halalbihalal, masyarakat harus tetap memperkaya diri dengan banyak berbagi, bukannya menghambur-hamburkan uang secara mubazir.

"Menjalani tradisi boleh-boleh saja selama tidak melanggar yang dilarang Allah," katanya. Hal yang dilarang tersebut, lanjut dia, misalnya, anak-anak muda yang berangkat ke pantai, lalu berdua-duaan, padahal bukan muhrim atau mereka yang turun ke jalanan dengan motor lantas kebut-kebutan di jalanan.

Selain itu, ia menuturkan, mengekspresikan tradisi Lebaran, seperti membuat ketupat, opor ayam, saling menjamu dan mendatangi kerabat, tak boleh dibarengi dengan praktik pemubaziran harta, atau membelanjakan harta secara berlebihan.

Lebih jauh, ia mengimbau agar masyarakat mencontoh perilaku Rasulullah SAW yang melakukan puasa Syawal sehari setelah Idul Fitri. Tujuannya agar umat Islam terbiasa menahan hawa nafsu yang memang sebelumnya telah dibiasakan ketika Ramadhan berlangsung. rep:c78 ed: hafidz muftisany

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement