Senin 04 Aug 2014 15:30 WIB

Pembayaran Dam Haji Kolektif Dikaji Ulang

Red:

JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) bersama Majelis Ulama Indonesia (MUI) tengah mengkaji ulang kebijakan teknis pembayaran denda haji secara kolektif dari dana optimalisasi haji.

Pengkajian ulang kebijakan tersebut dipicu oleh ketidakcocokan kebijakan dengan rujukan syariat terkait pelaksanaan dam haji. "Sudah ada obrolan dengan Menag ke arah sana, tapi masih dikaji, belum ada keputusan," kata Ketua Komisi Pengkajian dan Penelitian MUI Cholil Nafis kepada Republika pada Ahad (3/8).

Sebelumnya, Kemenag dan Komisi VIII DPR RI telah menyepakati mulai 2014, Pemerintah Indonesia akan membayar dam haji tamattu secara kolektif. Pembayaran secara kolektif dimaksudkan lebih murah karena jamaah haji Indonesia akan mendapatkan optimalisasi dari pembayaran ke Islamic Development Bank (IDB).

Menyikapi kebijakan tersebut, Cholil menegaskan, MUI tidak pernah secara tertulis mengeluarkan pernyataan persetujuan atas pembayaran dam kolektif tersebut. "Itu pembahasan pemerintah dengan DPR saja, dari aspek syariat belum mendapat advice dari kita," ujarnya.

Pengkajian kebijakan, ia melanjutkan, dirasa penting karena pelaksanaannya akan menyebabkan ketidakadilan pelayanan haji sebab tidak semua jamaah diwajibkan membayar denda. Cholil menjelaskan, jamaah dikenai denda jika ia melaksanakan haji ifrad dan tamattu. Sedangkan bagi jamaah yang melaksanakan haji qiran, ia tak dikenai denda. Lagi pula, dam merupakan kewajiban individual yang pemenuhannya tidak hanya dengan uang, tapi bisa juga dengan berpuasa.

Ia menambahkan, sumber dana kolektif pembayaran dam dari dana optimalisasi juga memungkinkan batalnya kebijakan. "Perlu dijelaskan, uang optimalisasi itu uang siapa. Kalau ternyata uang itu dari bagi hasil calon haji urutan berikutnya, ya tidak bisa karena dam itu bukan tanggung jawab orang lain, tapi tanggung jawab sendiri," ujarnya.

Jikapun dana optimalisasi berasal dari dana bagi hasil milik jamaah haji itu sendiri maka lebih baik dikembalikan langsung ke jamaah masing-masing. "Agar mereka sendiri yang memutuskan untuk mengalokasikan dana tersebut ke mana," katanya.

Ia pun menyarankan daripada mengurusi masalah dam, pemerintah sebaiknya lebih berfokus pada perbaikan dan peningkatan layanan haji yang selama ini menjadi keluhan.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengamini bahwa tengah dilakukan pengkajian atas kebijakan pembayaran dam jamaah haji secara kolektif. Ia mengapresiasi semangat dari kebijakan tersebut, yakni dalam rangka meringankan beban jamaah Indonesia dan membuat pelaksanaannya lebih praktis.

Namun, yang menjadi permasalahan, yakni dana optimalisasi itu bersumber dari jasa bank atas setoran awal para calon jamaah yang sedang mengantre selama belasan tahun.

"Ini harus didalami lagi apakah sesuai dengan syar’i karena dam itu kewajiban sakhsiyah, kewajiban individual," ujarnya beberapa waktu lalu. Jika dibayarkan oleh pihak lain dengan sumber dananya pun dari pihak lain, ia melanjutkan, otomatis menyalahi syariat dan prinsip keadilan.

Di samping itu, Menag melihat belum adanya kesiapan dari pemerintah jika nantinya kebijakan tersebut diberlakukan tahun ini. Sebab, daging hasil pemotongan dam yang rencananya akan dikirim ke Indonesia untuk dimanfaatkan warga Indonesia yang kekurangan, masih dipertanyakan kebolehannya.  rep:c78 ed: hafidz muftisany

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement