Selasa 05 Aug 2014 13:30 WIB

Geliat Dakwah Diaspora Indonesia

Red:

JAKARTA — Jauh dari Tanah Air tak membuat diaspora Indonesia berhenti belajar agama. Terlebih, saat berada di negara dengan minoritas Muslim. Berbagai kegiatan dakwah digelar warga negara Indonesia (WNI) untuk meneguhkan Islam di samping sebagai ajang silaturahim.

Salah satunya dilakukan Agus Budiawan yang sedang menempuh studi doktoral di Ehime University, Jepang. Agus dan Muslim Indonesia di Matsuyama, Prefektur Ehime aktif dalam Matsuyama Islamic Cultural Center (MICC). Pria asal Bekasi ini pernah menjabat sebagai sekretaris dan bendahara di organisasi yang didominasi Muslim Indonesia dan Malaysia itu.

Agus menceritakan, kegiatan MICC beragam. Mulai dari penyelenggaraan shalat Jumat, menyediakan bahan baku halal, menyelenggarakan perayaan hari besar Islam, dan kajian Alquran dan hadis. "Saat Ramadhan, shalat Tarawih, pengumpulan zakat, hingga program taklim untuk anak-anak," ujarnya kepada Republika, Senin (4/8).

Di kota tempat tinggalnya ada sekitar 120 Muslim. Yang aktif rutin mengikuti kegiatan MICC sekitar 50 orang. "Karena kendala jarak dan kesibukan," ujarnya. Namun, untuk shalat Jumat, semua laki-laki anggota MICC selalu hadir. "Shalatnya di guess house kampus karena belum ada masjid," katanya. Agus mengaku organisasinya terbuka jika ada orang Jepang yang ingin tahu dan belajar tentang Islam.

Aktif berdakwah kala di negeri orang juga dilakoni Deasy Rosalina. Ibu rumah tangga yang sudah lima tahun tinggal di kota Gyeongsan, Korea Selatan, ini turut membidangi lahirnya organisasi Muslimah Indonesia, Rumaisa.

Wanita yang akrab disapa Ocha ini menceritakan Rumaisa awalnya bernama Pemberdayaan dan Pemuliaan Muslimah (PPM). Rumaisa beranggotakan Muslimah asal Indonesia, baik pelajar, pekerja, maupun ibu rumah tangga. Di Korsel sendiri, ada beberapa organisasi Islam bentukan WNI, seperti Indonesian Muslim Student in Korea (IMUSKA) dan Komunitas Muslim Indonesia (KMI). "KMI mayoritas anggotanya TKI. Kegiatannya besar, seperti tabligh akbar. Biasanya mengundang dai dari Indonesia," kata koordinator PPM 2012-2013 ini.

Kegiatan IMUSKA, Ocha mengungkapkan, lebih difokuskan pada taklim pelajar, baik pertemuan langsung maupun dunia maya. "Yang aktif kebanyakan Muslimahnya. Makanya, kita bentuk organisasi khusus untuk Muslimah," ujar lulusan magister bidang kedokteran itu.

Ocha mengaku kegiatan IMUSKA masih lebih banyak untuk WNI. Karena, rata-rata waktu sebagai mahasiswa habis di kampus untuk riset. Kendala lain yang dihadapi untuk berdakwah ke warga asli, yakni bahasa. Selain itu, karakter masyarakat Korea terhadap Islam juga berbeda-beda. "Kalau kota besar, seperti Seoul mereka terbuka. Kalau kecil, masih ada juga yang jengah dengan jilbab, terutama di musim panas," katanya. ed:Hafidz Muftisany

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement