JAKARTA — Penghentian bantuan dana bagi calon jamaah haji (calhaj) embarkasi DKI Jakarta disebutkan bertujuan menghindari kecemburuan sosial di antara jamaah haji antardaerah. Dengan begitu, rasa kebersamaan dan persatuan antarjamaah dalam satu payung bernama Indonesia akan semakin terasa selama menjalankan ibadah haji di Tanah Suci.
"Dengan begitu, tak ada lagi jamaah haji ‘anak emas’," kata Direktur Pelayanan Haji Dalam Negeri Ahda Barori pada Selasa (19/8). Pada tahun-tahun sebelumnya, ujar Ahda, jamaah haji embarkasi DKI Jakarta selalu mendapat bantuan dana untuk makanan dan transportasi selama menjalankan ibadah haji dari pemprov. Padahal, selama di Makkah, biaya-biaya tersebut sudah dianggarkan oleh Kementerian Agama melalui Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dengan pemberian living cost.
Dampaknya, terjadilah kecemburuan ketika ada jamaah haji asal DKI yang kebetulan menempati hotel atau pemondokan sama dengan jamaah dari daerah lain. Ahda mengatakan, persoalan tersebut memicu protes para gubernur dari seluruh Indonesia yang kemudian disampaikan ke Mendagri Gamawan Fauzi. Lantas, Mendagri pun membuat edaran bahwa APBD tak dibenarkan untuk membantu jamaah haji selama di Tanah Suci.
Ketua Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia Kurdi Mustofa mengamini pernyataan tersebut. Meski ada juga daerah lain yang memberikan bantuan, ujarnya, pemberian bantuan kepada calhaj embarkasi DKI selalu membuat kecemburuan.
"Yang saya tahu, DKI saja yang suka memberi dana bantuan pada jamaahnya setiap tahun," katanya kepada Republika saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Selasa (19/8). Menurutnya, ada beberapa daerah lain yang memberikan bantuan, tetapi hanya dalam bentuk transportasi. Mekski begitu, ia tidak menyebutkan daerah-daerah tersebut.
Selama ini, lanjut dia, pemberian bantuan untuk jamaah embarkasi DKI Jakarta memberikan kesan eksklusif dan mewah. Fasilitas yang didapatkan calhaj DKI dinilai menyulut rasa iri jamaah asal embarkasi lain yang tak dapat bantuan. Maka, lanjut dia, larangan dari mendagri adalah baik untuk menjaga konsentrasi para jamaah selama berhaji di Tanah Suci.
Lagi pula, lanjut dia, living cost yang diberikan Kementerian Agama kepada jamaah cukup untuk biaya makan dan transportasi selama di Makkah. Menurutnya, adanya bantuan dari pemprov justru berpotensi digunakan jamaah sibuk berbelanja oleh-oleh karena sudah mendapatkan fasilitas dari daerah. Kekhusyukan jamaah pun, tuturnya, menjadi terganggu.
Ke depan, dia menyarankan agar pemerintah juga menyediakan makanan bagi para jamaah, baik di Makkah maupun di Madinah. Tujuannya agar jamaah fokus beribadah tanpa harus sibuk memasak atau memikirkan makanan sehari-hari selama di Makkah. "Jadi, tak perlu membagikan living cost, uang itu dipakai untuk mengelola makanan jamaah selama di Makkah,".rep:c78 ed: a syalaby ichsan