Ajaran Hindu tidak membenarkan umatnya melakukan intoleransi.
JAKARTA -- Percikan intoleransi oleh sekelompok umat beragama terhadap umat agama lain dapat ditekan dengan meningkatkan intensitas dialog di antara keduanya. Sebab, faktor penyebab tindak intoleransi adalah kurangnya komunikasi atau salah paham atas suatu kasus tertentu.
"Kita perlu lebih mengintensifkan komunikasi melalui Pusat Kerukunan Antarumat Beragama atau PKUB agar dialog antarumat beragama makin intensif,"
kata Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Hindu Kemenag Ida Bagus Yudha Triguna kepada Republika, akhir pekan lalu.Secara normatif, lanjut dia, setiap warga negara harus diberikan hak untuk melaksanakan ibadah sesuai yang diyakininya.Untuk Muslimah, misalnya, lanjut dia, umat Hindu mempersilakan mereka berjilbab karena begitulah atribut keagamaan yang mereka yakini.
Foto:FANNY OCTAVIANUS/antara
Ketua Komnas HAM Otto Nur Abdullah saat jumpa pers di kantor Komnas HAM, Jakarta Pusat, Selasa (11/12).
Ia juga mengimbau agar seluruh umat Hindu dan umat beragama lainnya tidak terpancing dengan isu yang berpotensi membenturkan satu sama lain.
Ia menegaskan, dalam ajaran Hindu, tidak dibenarkan umatnya melakukan tindak intoleransi, apalagi melarang umat agama lain untuk menggunakan atribut keagamaan sesuai yang diyakininya.
Bukanlah representasi masyarakat Bali, lanjut dia, jika dalam sejumlah media diberitakan tentang sekelompok umat Hindu Bali yang melakukan tindak intoleransi.
"Kalau ada sekelompok kecil organisasi yang mencoba melakukan koreksi terhadap kebijakan satu perusahaan tertentu, itu adalah kesalahpahaman," katanya.
Ia menjelaskan, berdasarkan pengecekan kepada Kantor Wilayah Agama Provinsi Bali, isu pelarangan atribut keagamaan di Bali bermula dari surat perusahaan- perusahaan BUMN kepada karyawannya pada Ramadhan untuk memakai pakaian Muslim.
Padahal, tidak seluruh karyawan di Bali merupakan Muslim karena warga di sana didominasi warga agama lain. Kemudian, The Hindu Center Of Indonesia pun meminta agar surat seperti itu tak berlaku di Bali. "Kepala BUMN di Bali kemudian bisa memahami kawan The Hindu Center, se hingga kemudian pakaian itu tidak diberlakukan untuk semua."
Dikatakannya, dalam sejarah hubungan umat Hindu-Islam, selalu berjalan dengan damai. "Di Bali, dua golongan ter sebut sudah lama hidup berdampingan dan berinteraksi dengan baik," katanya.
Mengenai peran pemerintah dalam menyikapi percikan intoleransi antarumat beragama di Indonesia, Ketua Komnas HAM Hafid Abbas mengatakan, pemerintah hadir sebagai pelindung segenap warga Indonesia tanpa melihat latar belakang keyakinannya. "Siapa pun tidak boleh diabaikan haknya," katanya.
Sebab, menurutnya, setiap warga berhak melakukan tindakan yang mengacu pada HAM dengan syarat, seseorang atau kelompok masyarakat tidak boleh mengganggu agama atau keyakinan yang lain, tidak menghalang-halangi agama lain, tidak membuat gangguan keamanan publik, serta tidak mengganggu bidang moral.
Atribut keagamaan, lanjut dia, berada dalam ranah pribadi dan tidak bisa diatur-atur oleh kebijakan apa pun. Karena itu, seluruh masyarakat dan pemerintah harus membiarkan hubungan antarumat yang berbeda keya kinan tumbuh dengan alami tanpa direcoki kebijakan dan regulasi. rep:c78, ed:wachidah handasah