JAKARTA — Banyak kasus pelanggaran dana anggaran bantuan untuk pondok pesantren (ponpes)berhasil diungkap Inspektorat Jenderal Kementerian Agama (Itjen Kemenag). Irjen Kemenag Muhammad Jasin menjelaskan, pelanggaran dilakukan oknum pegawai Kemenag memiliki beragam modus.
"Banyak sekali, saya tidak bisa menyebutkannya karena harus cek datanya dulu," ujarnya di DPR RI, Jakarta, Senin (25/8). Hanya, ketika kembali dikonfirmasi, ia mengungkapkan, jumlah pelanggaran berkisar puluhan. "Baru puluhan yang kena pelanggaran disiplin karena saya di Kemenag kan baru dua tahun."
Puluhan pelanggaran tersebut berhasil ditindak Itjen sejak Jasin mulai menjabat pada 2012. Sedangkan, ia mengungkapkan, masih banyak aduan terhadap kasus pelanggaran dana bantuan ponpes yang diproses. Kemenag memiliki anggaran berkisar Rp 450 miliar khusus untuk ponpes. Saat ini, hanya ada sekitar 300 dari 43 ribu (terdaftar ataupun tidak) ponpes yang mendapatkan dana bantuan dari Kemenag dengan alasan keterbatasan anggaran.
Jasin mengungkapkan, penyaluran dana ponpes dilanggar dengan beberapa modus. Ia memisalkan, terdapat oknum Kemenag di kantor wilayah daerah yang memberikan peluang kepada orang terdekatnya, saudaranya, atau lembaga pesantren yang didirikannya.
Lebih parah lagi, ia menambahkan, ada saja oknum yang memotong uang bantuan untuk kepentingan pribadi karena merasa berjasa memberikan bantuan. Dampaknya, bantuan diberikan di tempat yang sama dalam beberapa tahun, sedangkan pesantren yang benar-benar membutuhkan bantuan malah terabaikan.
"Kalau ada pelanggaran begitu, ya ditindak. Kita periksa atas pelanggaran disiplin karena menyalahi aturan berdasarkan PP 53/2010," katanya. Ia pun menambahkan, pemberian hukuman bagi mereka yang menyalahgunakan wewenang disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya.
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenag merangkap Direktur Jenderal Pendidikan Islam (Dirjen Pendis) Nur Syam mengungkapkan, dana bantuan pesantren tidak diberikan secara sembarangan.
Hanya, ia tidak menampik adanya praktik pelanggaran berupa kolusi dan nepotisme yang dilakukan oknum Kemenag dalam memberikan bantuan kepada pesantren. "Makanya, terdapat beberapa hal yang perlu dicermati dan diperbaiki di masa depan."
Ia menegaskan, pemerintah telah memiliki mekanisme pemberian bantuan untuk lembaga pendidikan nonformal, seperti ponpes dan madrasah diniyah (MD). Pertama, pesantren mengajukan proposal ke Kemenag atas sepengetahuan kantor wilayah setempat," ujarnya.
Menurutnya, pemberian bantuan harus sepengetahuan kanwil sebab daerah lebih mengetahui kondisi rill pesantren yang mengajukan bantuan. Ia menjelaskan, prosedur ini akan mengurangi risiko pemberian bantuan salah sasaran atau keberadaan proposal bodong di pusat.
Setelah itu, proposal dibawa ke Kemenag untuk diseleksi lebih lanjut. Kemenag, ia melanjutkan, akan membuat daftar prioritas, mana pesantren yang darurat untuk dibantu dan mana yang ditunda. Tahap terakhir, kata Nur Syam, akan ada proses survei langsung ke lapangan agar pusat melihat langsung kondisi sebenarnya. "Dari jumlah proposal yang masuk sebanyak lebih dari 11 ribu, kita hanya bisa membantu 300 pesantren saja makanya harus selektif," katanya.
rep: c78 ed: a syalaby ichsan