Sabtu 06 Sep 2014 14:17 WIB

Menag Yakin Gugatan Nikah Beda Agama Ditolak

Red: operator

Legalisasi pernikahan beda agama berisiko terhadap pendidikan keluarga.

JAKARTA -Gugatan lima mahasiswa dan alumni Fakultas Hukum Univer sitas Indonesia (UI) terhadap Pasal 2 Ayat 1 UU 1/74 tentang Perkawinan ke Mahkamah Konstitusi (MK) diprediksi akan ditolak. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin meyakini para hakim MK tidak akan mengabulkan permohonan uji ma teri tersebut.

"Saya punya keyakinan bahwa para hakim MK sangat memahami nilai-nilai yang dianut oleh bangsa ini sehingga me reka tidak akan mengeluarkan putusan yang bisa membawa dampak ikutan yang besar," kata Lukman kepada Republika, Jumat (5/9).

Menurutnya, sekalipun Indonesia bukanlah negara agama, warganya memegang nilai-nilai agama dengan kukuh.Itu tidak hanya terjadi di umat Islam, tetapi juga di agama-agama lain. "Itulah yang membuat UU Perkawinan kita mensya ratkan bahwa perkawinan itu harus di landasi dengan nilai-nilai agama," katanya.

Disinggung tentang adanya sejumlah negara yang melegalkan perkawinan beda agama, Lukman mengatakan setiap negara mempunyai sejarah perjalanan bangsa sendiri. Untuk Indonesia, menurut Lukman, perkawinan beda agama tidak sesuai dengan nilainilai yang dianut masya rakat.

Lima pemohon, yakni Damian Agata Yuvens, Rangga Sujud Widigda, Varita Megawati Simarmata, Anbar Jayadi, dan Luthfi Sahputra, mengajukan uji materi pasal tersebut ke MK, Kamis (4/9). Pasal 2 Ayat 1 UU Perkawinan ber bunyi, "Perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masingmasing agamanya dan kepercayaannya itu."

Dalam risalah sidang, para pemohon mengajukan dalil-dalil untuk membuktikan jika pasal tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan seharusnya tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Pemohon mengungkapkan, pasal tersebut melanggar hak beragama yang dijamin UUD 1945.

"Artinya, pasal ini memaksa tiap warga negara untuk mematuhi hukum dari masing-masing agama dan keperca yaan dalam bidang perkawinan. Pada hal, hak beragama adalah bagian dari hak yang paling privat,"ungkap pemohon.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama dan Keagamaan Kemenag Abdul Rahman Mas'ud men jelaskan, legalisasi pernikahan beda agama akan berisiko terhadap pendidikan dalam ke luarga. "Jelas nantinya akan ada kebi ngungan dari segi akidah anak hasil hubungan pernikahan beda agama itu," katanya.

Padahal, kata dia, akidah bagi setiap manusia sangat penting untuk dipupuk sejak dini. Dia menjelaskan, akidah merupakan pangkal dari pendidikan agama selanjutnya. Jika sejak awal anak melihat orang tuanya berbeda keyakinan, anak pun akan mengalami kesulitan dalam memilih keyakinan pada masa depan.

Menurutnya, Islam pun telah mengatur jika perempuan Muslim tidak boleh menikah dengan seorang laki-laki yang tidak sama akidahnya. Sedangkan, untuk laki-laki, ia diperbolehkan menikahi perempuan non-Muslim dengan harapan dapat menggiring istrinya nanti ke jalan Islam.

Wakil Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnaen turut bersuara. Dia menilai jika legalisasi terjadi, negara telah melanggar konstitusi. Menurutnya, Pasal 29 UUD 1945 sudah mengungkapkan, Indonesia negara berketuhanan Yang Maha Esa dan negara menjamin warganya dalam menjalankan agama dan kepercayaan yang diyakininya.

Jika negara melegalkan pernikahan beda agama, artinya negara telah melanggar konstitusi, bahkan bisa dikatakan me nodai dan tidak melindungi agama. Dia men jelaskan, enam agama yang diakui di In donesia menolak pernikahan beda agama. rep:Joko Sadewo/Agung Sasongko/c78, ed:a syalaby ichsan

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement