JAKARTA -- Setelah enam tahun dibahas, Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH) disebut segera rampung akhir September 2014 ini. Badan penjamin halal yang baru diminta memudahkan konsumen membedakan mana produk yang halal dan yang tidak. Selain itu, institusi tersebut tak boleh dikotori praktik jual beli sertifikat halal.
"Intinya jangan sampai merugikan konsumen dan produsen," kata pengamat halal sekaligus pendiri Halal Corner Aisha Maharani kepada Republika pada Kamis (11/9). Untuk memperkuat posisi UU, Aisha meminta harus diatur sanksi tegas bagi pelanggarnya yang bisa diatur dalam peraturan pemerintah.
Sebenarnya, Aisha menyayangkan pembentukan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) yang ada dalam RUU tersebut. Dia lebih sepakat jika MUI lewat Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika yang menggarap sertifikasi halal mulai pendaftaran hingga penerbitan sertifikatnya.
Menurutnya, MUI lebih berkompeten, teruji, dan lebih dipercaya masyarakat dibandingkan dengan Kementerian Agama (Kemenag). "Alangkah lebih baiknya kalau sertifikasi halal tetap dikeluarkan oleh MUI dan pemerintah berfungsi mendukung dan memperbaiki sistemnya," kata dia.
Meski demikian, ungkapnya, pengesahan suatu produk halal oleh pemerintah merupakan suatu tuntutan. Dia menjelaskan, dalam peraturan mancanegara, status halal suatu produk dilihat dari pengakuan dari lembaga resmi pemerintah.
Pada akhirnya, perumusan RUU telah telanjur disepakati. Oleh karena itu, ia pun berharap BPJPH yang nantinya menjadi pintu masuk dan keluar proses sertifikasi halal dapat menjaga kepercayaan publik dalam menjamin kehalalan suatu produk yang beredar di masyarakat.
Menurutnya, saat ini bukan waktunya memperdebatkan siapa yang menjadi eksekutor halal. Siapa pun dia, Aisha mewanti-wanti agar mengedepankan prinsip transparansi, entah dalam proses terbitnya sertifikasi maupun dalam hal pendanaannya.
Di samping itu, badan khusus yang nantinya akan dibentuk harus mampu menyediakan informasi yang memadai bagi masyarakat. Dia meminta warga bisa mudah mengakses informasi mana produk yang halal dan tidak halal secara mudah di BPJPH. Pemerintah pun harus menjamin terjaganya BPJPH dari auditor kotor maupun praktik kongkalikong dengan pengusaha. "Meskipun seharusnya nanti dibentuk pula badan pengawas terhadap BPJPH," katanya.
Selaku bagian dari masyarakat umum yang mendambakan jaminan halal, dia menjamin, Halal Corner berkomitmen akan terus mengawal sistem baru JPH yang akan diterapkan secara efektif lima tahun mendatang itu.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam menegaskan, BPJPH bukanlah dikelola oleh Kemenag. Menurutnya, BPJPH merupakan suatu badan independen yang bertanggung jawab kepada Kemenag, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Perdagangan. Kementerian-kementerian tersebut, bersama-sama dengan masyarakat akan menjadi tim pengawas badan.
Dia juga mengungkapkan, badan bertugas mencatat dan mendata produk-produk halal serta menerbitkan sertifikat hanya setelah ada pernyataan dan fatwa MUI soal penerbitan sertifikat halal untuk produk tertentu. Penerbitan sertifikat halal berada di tangan badan pemerintah, sebab itu merupakan tugas dan tanggung jawab negara. "Hanya itu yang kewenangan badan, sisanya menjadi tugas MUI," katanya.
Ketua MUI Prof Din Syamsuddin berharap, RUU JPH segera disahkan sebelum pergantian anggota DPR RI. Dia mengungkapkan, hasil RUU PJH merupakn dasar jaminan produk halal bagi masyarakat.
"Semoga diselesaikan oleh DPR periode ini. Sebab, sudah dua periode terkatung-katung," ujar Din. Dia mengingatkan, periode kepengurusan anggota DPR peiode 2009-2014 akan segera berakhir beberapa hari lagi. Di sisi lain, RUU JPH merupakan kebutuhan masyarakat indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
"Agar ada jaminan bagi rakyat untuk mengonsumsi makanan halal sesuai perintah dari agamanya," ujar Din. Meski meminta agar MUI tetap menjadi badan penerbit sertifikasi halal, Din mengungkapkan, pihaknya tak akan melawan jika RUU tersebut disahkan. rep:c78/c60 ed: a syalaby ichsan