Senin 22 Sep 2014 13:00 WIB
zawiya

Partai Islam Mulai Mekar di Belanda

Red:

Akhir Agustus 2014, jalan utama Rotterdam dipadati massa. Di kota terbesar kedua di Belanda itu, hampir sepuluh ribu orang turun ke jalan menyerukan pembelaan dan pembebasan untuk Palestina dari pendudukan Israel.

Gabungan massa tampak beragam meski didominasi wajah-wajah keturunan Timur Tengah. Namun, tak sedikit pula warga Belanda asli yang turut serta. Mereka menggelar aksi massa untuk tujuan serupa. Mengutuk genosida dan invasi militer Israel selama bertahun-tahun terhadap Gaza.

Adalah NIDA, partai berasaskan  Islam yang berada di balik pergerakan massa besar-besaran di tanah Belanda itu. Untuk pertama kalinya, partai yang merebut dua dari 45 kursi di Dewan Kota Rotterdam tersebut menunjukkan kekuatannya dalam menghimpun massa.

"Saat menggelar demonstrasi dukungan untuk Gaza pada awal bulan ini, kami ternyata mampu mengumpulkan massa hingga sepuluh ribu orang, terdiri atas kalangan Muslim dan non-Muslim," ujar Nourdin el Ouali, pemimpin partai NIDA yang duduk sebagai anggota Dewan Kota Rotterdam.

Bukan hanya sekali, melainkan dalam beberapa kesempatan, NIDA kerap disebut sebagai pihak yang menggerakkan massa secara besar-besaran di Rotterdam untuk memprotes pembantaian warga Gaza oleh Zionis Israel. Setidaknya, gerakan ini menjadi napas segar bagi warga Muslim di Negeri Kincir Angin untuk menunjukkan jati diri dan eksistensinya.

Selain mengecam aksi brutal Israel di Gaza, NIDA juga mengusulkan untuk menjadikan Gaza sebagai sister city dari Rotterdam. "Kami berkomitmen untuk mendukung pembangunan kembali Gaza pada tahun-tahun ke depan," kata el Ouali, seperti dilansir laman berita Onislam, belum lama ini.

Ia mengatakan bahwa keberadaan NIDA menjadi kekuatan politik baru di Belanda. Meski baru bersifat lokal, NIDA sedang melebarkan sayap untuk menjadi partai yang berkiprah di tingkat nasional. Untuk menarik simpati massa, ia mencoba menghubungkan Gaza dan Rotterdam lewat kesamaan sejarah.

Menurutnya, selama Perang Dunia II, Rotterdam bernasib serupa dengan Gaza. Ketika itu, Rotterdam dijajah dan dihancurkan oleh tentara Nazi Jerman. Karenanya, dari perspektif historis, warga Gaza dan Rotterdam mempunyai kesamaan. Inilah yang membuat upaya pembelaan untuk Gaza—selain alasan kemanusiaan—menjadi lebih terasa.

Seusai Perang Dunia II, menurut el Ouali, Gaza dan Rotterdam juga memiliki kesamaan. Menurutnya, Rotterdam luluh lantak karena invasi Jerman, tetapi dengan adanya bantuan dari negara-negara di dunia, Rotterdam kini menjadi pelabuhan terbesar di dunia. Atas tragedi kemanusiaan yang terjadi di Gaza, ia merasa harus memulai pembelaan serupa, sebagaimana dulu Rotterdam memperbaiki pelabuhannya.

Warga Rotterdam berasal dari beragam suku bangsa. Setidaknya, 170 suku bangsa menghuni kota ini. Semua yang terjadi di kota tersebut saling berinteraksi dan berhubungan. "Warga ia mengungkapkan, NIDA tidak membatasi diri hanya untuk masyarakat Muslim. "NIDA merupakan partai yang bertujuan melayani warga Rotterdam melalui inspirasi yang diambil dari Alquran." rep:c78 ed: wachidah handasah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement