Badan halal akan mengadopsi struktur Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI).
JAKARTA -Pengurus Besar Nah dlatul Ulama (PBNU) bereaksi keras atas disahkannya Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) menjadi undang-undang (UU). Salah satu ormas Islam di Indonesia ini pun memastikan akan melakukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami pasti akan perkarakan melalui uji materi ke MK," ujar Ketua PBNU KH Maksum Mahfudz kepada Republika, Jumat (26/9).
Dia menilai, dalam UU JPH ini tidak banyak yang berubah dalam hal sertifikasi produk halal. Artinya, kewenangan yang diberikan kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI) dinilai masih terlampau besar. Hal itu dianggap sebagai bentuk monopoli yang seharusnya tidak boleh terjadi.
Sertifikasi halal, menurutnya, adalah salah satu bentuk layanan publik yang se harusnya tidak boleh dimonopoli. Sebab, dalam jaminan produk halal, ormas Islam, seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah, memiliki peran yang tidak bisa diabaikan.
Dua ormas Islam besar tersebut, kata Kiai Maksum, memiliki basis massa riil dan langsung bersentuhan dengan ma syarakat di tingkat bawah. Sementara, MUI, menurut dia, adalah organisasi bentukan Orde Baru yang sengaja didirikan untuk mengerdilkan peran sosial keagamaan ormas, seperti NU dan Muhammadiyah.
"MUI itu punya apa, mereka nggak punya anggota, masak ormas, seperti NU dan Muhammadiyah, tidak boleh melakukan itu (sertifikasi halal) sendiri,"ujarnya.
Dalam pandangan Kiai Maksum, sertifikasi halal yang nantinya dikeluarkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) hanya bersifat administratif. Badan itu, kata dia, hanya boleh mengeluarkan sertifikasi jika telah mendapat rekomendasi dari MUI terkait fatwa halal suatu produk.
Hal tersebut, menurut Kiai Maksum, tak ubahnya seperti pergantian kata baru saja, tetapi secara substansi tidak ber ubah, yakni masih seperti sebelumnya dengan MUI mempunyai kewenangan pe nuh terhadap sertifikasi produk halal.
Setelah melalui pembahasan panjang selama delapan tahun, RUU JPH disah kan menjadi UU JPH dalam rapat paripurna di DPR, Kamis (25/9). Menyusul disahkannya UU JPH, pemerintah akan berkonsentrasi untuk menyiapkan implementasi UU JPH dalam jangka waktu lima tahun. Berdasarkan UU ini, seluruh produk halal dan tidak halal di Indonesia akan mendapatkan kejelasan status ka rena diwajibkan untuk berlabel.
Meski demikian, sambil menanti struktur baru BPJPH, pemerintah akan menyerahkan proses sertifikasi halal kepada Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI. `'Sebelum ada implementasi pada 2019, MUI dengan LPPOM-nya masih akan bertanggung jawab sebagai penyelenggara jaminan halal di masyarakat,''kata Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) Nur Syam.
Struktur badan halal Mengenai struktur BPJPH, Kemenag sebagai pihak yang bertanggung jawab atas pembentukannya akan mengadopsi struktur Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI).
"Tidak serupa, hanya nyaris sama," kata Nur Syam kepada Republika, Kamis (25/9). Dijelaskannya, secara prosedural, akan dibentuk panitia seleksi yang akan ditentukan oleh presiden ataupun menteri agama untuk memilih beberapa orang komisioner yang akan menduduki posisi sentral dalam struktur BPJPH."Nanti akan kita lihat dalam peraturan pe merintah, dibentuk oleh presiden atau menteri," tuturnya.
Sebagai gambaran, Nur Syam melan jut kan, panitia seleksi (pansel) akan menunjuk lima sampai tujuh orang berdasarkan pertimbangan profesionalisme dan bidang keahlian orang yang ditunjuk, misalnya, bidang teknologi, syariat, biologi, pangan, kimia, dan bidang lainnya yang berkaitan dengan penentuan kehalalan suatu produk. Nantinya, penunjuk an akan ditandai dengan pengangkatan oleh presiden atau menteri melalui surat keputusan.
Sementara, anggota Komisi VIII DPR Ace Hasan Syadzily menegaskan, struktur BPJPH secara formal berada di bawah Kemenag. Siapa saja yang akan men jadi anggota dan bagaimana struktur badan halal ini, menurut Ace, bergantung dari Kemenag sebagai pihak yang berwenang. rep: Mas Alamil Huda/c78, ed:wachidah handasah