Ahad 18 Jan 2015 00:39 WIB

Larangan Guru Asing Ancam Kualitas Pendidikan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Revisi Peraturan Men teri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 40 Tahun 2012 yang melarang tenaga kerja asing (TKA) bekerja sebagai guru atau dosen agama terus menuai polemik berkepanjangan. Sejumlah pihak menginginkan larangan yang dikeluarkan Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) itu segera dicabut.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agama (Kemenag) Nur Syam mengatakan, pihaknya menginginkan agar Kemenaker mengutamakan seleksi ketat tenaga pengajar agama dari luar negeri ketimbang melarang secara keseluruhan.

Sebab, Nur Syam menjelaskan, Kemenag sendiri sudah lama menjalin kerja sa ma dengan sejumlah lembaga pendidikan Islam internasional untuk mendatangkan pengajar dari luar negeri.

"Misalnya, dengan lembaga UICCI (United Islamic Cultural Center of Indonesia) yang dari Turki. Atau, beberapa lembaga yang diinisiasi Kerajaan Arab Saudi. Jadi, hendaknya jangan tutup pin tu (terhadap pengajar agama asing), tapi diseleksi ketat saja," ujar Nur Syam, Kamis (15/1).

Menurut Nur Syam, pada prinsipnya ada sedikit kerugian bagi Indonesia bila sampai melarang sama sekali semua guru agama dari luar negeri. Sebab, lanjut dia, kualitas pendidikan agama di Indonesia bisa menurun.

Adapun, mengenai guru-guru agama asing dari lembaga swasta, terutama yang sedang bekerja di Indonesia, Nur Syam mengharapkan agar mereka sebaiknya tidak langsung dipulangkan, begitu revisi regulasi Kemenaker ini jadi diterapkan. Karena, kata Nur Syam, pemerintah dan unsur terkait pun mela kukan monitoring kinerja tiap guru berkewarganegaraan asing itu.

Sehingga, lanjut Nur Syam, bisa jadi guru asing tersebut dibolehkan memperpanjang masa kerja di Indonesia. Hal itu, kata Nur Syam, selama ajaran dan aktivitas mereka bersesuaian dengan UUD 1945 dan corak keindonesiaan.

"Tentu. Kita lakukan evaluasi untuk melihat pengaruh mereka (guru agama asing) terhadap anak didik. Bila hasil evaluasi menyatakan mereka bermanfaat, ya perpanjang (izin kerjanya). Bila kinerja mereka dinyatakan kurang signifikan, ya tidak diperpanjang (izin kerjanya)," ujar Nur Syam.

Nur Syam mengharapkan, seluruh elemen pemerintah arif dalam merumuskan kebijakan. Sehingga, hasilnya tidak berdampak buruk. Menurut dia, monitoringyang ada sudah baik dan bisa lebih ditingkatkan. Dia menambahkan, kewaspadaan terhadap orang asing bisa lebih longgar dan tidak menjurus ke arah semena-mena. "Kita juga mesti arif berlakukan tiap aturan," kata Nur Syam.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin menyatakan bahwa keberadaan guru asing tidak per lu dibatasi. Ia mengingatkan, yang terpenting adalah proses rekomendasi dari pihak terkait agar guru-guru asing yang masuk ke Indonesia benar-benar sesuai kebutuhan dan lolos dari kajian intelijen. "Hemat saya tidak perlu dibatasi, tapi harus ada ketentuan yang mengatur," ujar Din.

Din menyatakan, sebenarnya ketentuan tersebut sudah lama diberlakukan.

Din pun pernah menjabat sebagai direktur jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) di Departemen Tenaga Kerja pada 1998. Ketika itu, ia bertugas mengurus dan memberi izin pada tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri dan juga tenaga kerja asing (TKA) di dalam negeri.

Menurut Din, tenaga kerja rohaniwan, guru, seniman, dan budayawan ha rus mendapatkan rekomendasi dari pihak terkait sebelum bisa bekerja di Indonesia."Kalau untuk guru rekomendasi dari Kemendikbud, untuk rohaniwan dari Kemenag," ujarnya.

Selain itu, kata Din, perlu ada rekomendasi dari Badan Intelijen Negara (BIN). Ini karena kedatangan tenaga kerja asing juga menyangkut keamanan negara.Tentu harus waspada karena bisa saja tahu-tahu mereka adalah mata- mata," ujar Din.

Setelah melewati proses itu dan mendapatkan seluruh rekomendasi, baru bisa diterbitkan izin. Din mengaku guru agama asing yang terlalu banyak juga bisa merusak tatanan. Karena itu, perlu disesuaikan dengan kebutuhan melalui proses rekomendasi tersebut.

Din menegaskan tidak secara kaku menolak atau menerima guru agama asing. "Intinya harus ada ketentuan," tegas Din.  c71/c14, ed:  Muhammad Fakhruddin

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement