Rabu 04 Feb 2015 19:32 WIB

Hadapi MEA, Ponpes Harus Kembangkan Kewirausahaan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,

JAKARTA- Untuk menghadapi era Masyarakat Ekonomi ASEAN, pondok pesantren (ponpes) harus mempersiapkan diri dengan berbagai macam program. Salah satunya yang penting adalah program yang berorientasi pada penguatan kemandirian pesantren, yakni kewirausahaan.

Direktur Pesantren Kementerian Agama (Kemenag), Mohsen, mengatakan hal tersebut kepada Republika, Senin (2/2). Melalui program kewirausahaan ini, ia menjelaskan, para santri akan memiliki keterampilan dan kemandirian sehingga mampu mengembangkan berbagai usaha kemandiran ekonomi, misalnya agrobisnis dan agroindustri.

“Program kewirausahaan ini juga penting untuk memberi kesiapan kepada pesantren agar tidak tergantung kepada pihak lain,” katanya.

Selain program kewirausahaan, lanjut dia, para santri juga harus menguasai keterampilan hidup sehingga mereka memiliki kemampuan untuk bersaing. “Jadi, di samping memilki kemampuan dari sisi ilmu pengetahuan dan teknologi, santri juga harus memiliki keterampilan hidup sebagai bekal mereka untuk bekerja. Jadi, orientasi pada menjawab tantangan persaingan kerja,” ujar Mohsen.

Saat ini, kata dia, Kemenag sedang melakukan pemetaan ponpes untuk menciptakan pemerataan kesempatan. Pemetaan ini dilakukan untuk menggali potensi yang dimiliki tiap pesantren, misalnya ada pesantren bahari, yakni pesantren yang mengangkat potensi kawasan pesisir.

"Kita sudah mulai tapi belum menyeluruh. Yang sudah baru beberapa. Nanti insya Allah semua pesantren.''

Belum semua siap

Mengenai kesiapan pesantren dalam menghadapi MEA, cendekiawan Muslim sekaligus Pimpinan Pesantren Mahasiswa dan Sarjana Ulil Albab, Bogor, Didin Hafidhuddin menilai, belum semua pesantren siap.

Menurut dia, pesantren yang siap menghadapi MEA adalah pesantren yang di dalam kurikulumnya mengajarkan keterampilan hidup dan bahasa asing, selain mengajarkan ilmu syariah. “Keterampilan hidup  itu di antaranya ilmu ekonomi, pertanian, kewirausahaan, dan hal lainnya,” kata Ketua Umum Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) ini, Senin.

Ia menilai, jika pesantren belum mengajarkan keterampilan dan bahasa asing maka pesantren tersebut akan kesulitan menghadapi MEA 2015. Hal ini karena inti dari MEA adalah kemandirian dan tidak boleh tergantung pada siapapun. Jika seorang santri tidak menguasai bahasa asing, kata dia, maka dia akan ditindas oleh tenaga kerja Malaysia dan negara lainnya yang mampu berbahasa inggirs secara lancar. Pada akhirnya, ia akan menjadi asing di negeri sendiri.

"Sudah ada beberapa pondok pesantren yang sekarang begitu (mengajarkan keterampilan dan bahasa asing). Pesantren inilah yang akan siap menghadapi MEA. Lain halnya jika pesantren itu tidak pernah mengajarkan hal itu, rasanya memang agak berat kalau ada pasar tunggal.''

Sedangkan, pengamat ekonomi Islam Gunawan Yasni berpendapat, agar siap menghadapi MEA, pesantren harus meningkatkan pengajaran ilmu pengetahuan umum terutama dasar-dasar ilmu ekonomi dan teknologi informasi.

Ia menjelaskan, ketika MEA diberlakukan, Indonesia akan menjadi bagian dari pasar bebas ASEAN yang semuanya berkaitan dengan ekonomi, keuangan, dan teknologi informasi. Indonesia akan dimasuki secara liberal oleh produk-produk berteknologi tinggi.

"Karena itu, pesantren harus lebih concern pada ilmu umum seperti ilmu ekonomi, networking, dan teknologi informasi,” ujarnya.

Terkait hal itu, Gunawan menyarankan pesantren dan sekolah umum mulai membekali muridnya dengan ilmu ekonomi keuangan dan teknologi informasi di semua jurusan, baik IPA dan IPS.  c83 ed: Wachidah Handasah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement