Sebagai hamba Allah, semua manusia dalam kehidupan di dunia ini tidak akan luput dari berbagai macam cobaan, baik berupa kesusahan maupun kesenangan. Hal itu merupakan sunnatullah yang bersifat kauniyyah qadariyyah (qadar Allah terhadap alam semesta) yang berlaku bagi setiap insan, baik yang beriman maupun kafir.
Sungguh keliru orang yang beranggapan bahwa hamba Allah yang paling saleh adalah orang yang paling jauh dari cobaan. Bahkan, cobaan merupakan tanda keimanan. Dalam hadis disebutkan, dari Mush'ab bin Sa'ad, dari bapaknya, ia berkata, "Aku pernah bertanya kepada Rasulullah, 'Siapakah orang yang paling berat ujiannya?' Beliau menjawab, 'Para nabi, kemudian yang setelahnya dan setelahnya. Seseorang akan diuji sesuai kadar keimanannya. Siapa yang imannya tinggi maka ujiannya pun berat, dan siapa yang imannya rendah maka ujiannya disesuaikan dengan kadar imannya. Ujian ini akan tetap menimpa seorang hamba sampai ia berjalan di bumi tanpa membawa dosa'." (HR Tirmidzi).
Seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah Ta'ala, kemudian dia bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah Ta'ala), disertai (perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan-Nya tersebut. Maka, Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang benar, bahkan bisa jadi Allah Ta'ala akan menggantikan apa yang hilang darinya dengan sesuatu yang lebih baik baginya.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, "Sesungguhnya semua (musibah) yang menimpa orang-orang yang beriman dalam (menjalankan agama) Allah Ta'ala senantiasa disertai dengan sikap ridha dan ihtisab (mengharapkan pahala dari-Nya). Kalaupun sikap ridha tidak mereka miliki maka pegangan mereka adalah sikap sabar dan ihtisab. Ini (semua) akan meringankan beratnya beban musibah tersebut."
"Karena, setiap kali mereka menyaksikan (mengingat) balasan (kebaikan) tersebut, akan terasa ringan bagi mereka menghadapi kesusahan dan musibah tersebut. Adapun orang-orang kafir, mereka tidak memiliki sikap ridha dan tidak pula ihtisab. Kalaupun mereka bersabar (menahan diri) maka (tidak lebih) seperti kesabaran hewan-hewan (ketika mengalami kesusahan)."
Rasulullah SAW bersabda, "Sesungguhnya besarnya pahala tergantung besarnya cobaan, dan Allah apabila mencintai suatu kaum maka Allah akan menguji mereka. Barang siapa yang ridha maka ia akan mendapatkan keridhaan-Nya dan barang siapa yang kesal terhadapnya maka ia akan mendapatkan kemurkaan-Nya." (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Peristiwa jatuhnya crane di Masjidil Haram dan musibah Mina yang menimpa para jamaah haji, meluasnya areal kebakaran hutan dengan pekatnya asap menyelimuti udara, meningkatnya pengangguran akibat maraknya PHK oleh perusahan sejatinya dapat semakin menguatkan kesabaran kita sebagai Muslim.
Sudah seharusnya kita selalu bersikap husnuzh zhann (berbaik sangka) kepada Allah Ta'ala dalam semua musibah dan cobaan yang menimpa ada kebaikan dan kemudahan. (QS asy-Syarh [94] :5-6).
Yakinlah, Allah akan semakin melipatgandakan balasan kebaikan baginya karena Allah Ta'ala memperlakukan seorang hamba sesuai dengan persangkaan hamba tersebut kepada-Nya. Wallahu 'alam.
Oleh Ahmad Agus Fitriawan