Rabu 13 Jan 2016 15:00 WIB

DMI: Khutbah Jumat tak Perlu Diseragamkan

Red:

JAKARTA — Sekretaris Jenderal Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni menilai, penyeragaman khutbah Jumat tidak diperlukan. Ia menilai, penyeragaman terutama yang digalang oleh pemerintah justru dapat memunculkan praktik otoritarianisme.

"Saya kira tidak perlu (diseragamkan) nanti justru otoriter," ujar Imam ketika dihubungi Republika, Selasa (12/1).

Pada ranah masjid, menurut dia, semestinya dapat berkembang pemikiran yang dinamis. Namun, ketika ada penyeragaman khutbah, hal itu pun menjadi terhambat. "Idealnya justru pemikiran-pemikiran dari masjid digunakan untuk membangun dan mendukung pemerintahan," katanya.

Meski begitu, Imam mengakui, masih ada kelemahan dalam praktik khutbah Jumat di Indonesia. Ia melihat, selama ini kebanyakan khatib melakukan pengulangan tema dari waktu ke waktu. "Perlu ada penyegaran dengan mengambil tema-tema populis," ujarnya.

Khatib, menurutnya, perlu menyinggung isu-isu yang berhubungan dengan hajat hidup umat seperti lingkungan dan kesehatan. Ia pun mendorong agar ada peningkatan kualitas khatib guna menyampaikan pesan-pesan tersebut.

Pernyataan Imam ini disampaikan untuk menanggapi program penyeragaman khutbah Jumat di Sulawesi Selatan (Sulsel). Kepala Kanwil Kemenag Sulsel Abdul Wahid Tahir mengatakan, program ini dirancang setelah pihaknya melakukan pertemuan dengan Gubernur Sulsel. Dari perbincangan tersebut disepakati, masyarakat Sulsel perlu mendapatkan penyampaian khutbah yang sama saat melaksanakan shalat Jumat. "Ini disampaikan agar seluruh masyarakat Sulsel mendapatkan kedamaian, ketenteraman, dan kebahagiaan yang sama saat melaksanakan shalat Jumat," ujar Wahid Tahir, Senin (11/1).

Berlebihan

Dalam pandangan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag Machasin menilai, penyeragaman khutbah Jumat merupakan upaya berlebihan. "(Khutbah Jumat) seragam itu memungkinkan pada hari tertentu saja, kalau setiap Jumat harus seragam itu tentu berlebihan," ujar Machasin kepada Republika, Selasa (12/1).

Meski demikian, ia mengakui, perlu ada penataan lebih baik terkait khutbah Jumat. Ia mencontohkan, dalam khutbah Jumat kerap terselip pesan yang menjelek-jelekkan orang lain dan menghasut.

Praktik khutbah Jumat saat ini, kata dia, memang masih membebaskan khatib berceramah tanpa adanya rambu-rambu. "Kalau baik akan jadi baik, tapi kalau khatib ada keinginan tertentu bisa jadi khutbah dimanfaatkan untuk hal-hal tidak positif."

Karena itu, menurutnya, ruang publik seperti khutbah Jumat perlu mendapat perhatian tentang konten dan cara penyampaiannya. "Tidak mesti seragam. Tapi akan baik jika diberikan rambu-rambu terkait bagaimana khutbah itu semestinya dilakukan."

Lain halnya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulsel Sanusi Baco. Ia menilai, program penyeragaman tema khutbah yang dicanangkan Kanwil Kemenag Sulsel cukup baik. Ia pun setuju dengan tema yang disampaikan, yakni "Membangun Optimisme Umat Menuju Masyarakat yang Sejahtera, Maju, dan Damai".

Menurutnya, dengan tema tersebut yang disampaikan secara serentak kepada seluruh masyarakat diharapkan umat akan memiliki pemahaman yang sama mengenai arti dari sikap optimistis, sejahtera, maju, dan damai. Penyampaian tema tersebut, yakni di dalam masjid ketika umat Islam sedang melaksanakan shalat Jumat, menurut Sanusi, juga merupakan hal yang tepat dan bermanfaat. Sebab, masjid merupakan tempat sekaligus rumah yang baik untuk menjadikan manusia lebih utuh.

"Apalagi, dengan situasi masyarakat sekarang yang pusing dan gaduh dengan keadaan negara, penyampaian ini akan berfungsi sebagai pembinaan umat," ujar dia.

Namun, ia berharap, penyeragaman materi khutbah tidak dilakukan berulang pada bulan-bulan selanjutnya. Cukup pada awal tahun sebagai bentuk rasa kebersamaan masyarakat Sulsel. "Ya kan setiap masjid punya umatnya sendiri dengan persoalan mereka masing-masing. Baiknya khatib mengambil tema yang bisa langsung kena kepada mereka."

Sejauh ini, Kanwil Kemenag Sulsel tidak mewajibkan setiap khatib di semua masjid di Sulsel untuk menyampaikan tema tersebut selama empat kali shalat Jumat dalam satu bulan pada awal 2016. Pengurus masjid cukup satu kali memberikan materi tersebut. "Terserah mau di minggu satu atau empat. Kami juga tidak mewajibkan, cuma kami berharap setiap masjid minimal menyampaikan materi ini satu kali di awal tahun," kata Wahid Tahir.

Menurutnya, program ini hanya untuk memberikan lecutan semangat pada awal tahun.  n ed: wachidah handasah

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement