SEMARANG — Majelis Ulama Indonesia Jawa Tengah (MUI Jateng) dan ormas Islam di provinsi ini memandang penting penegasan kembali posisi Islam dalam sebuah negara demokrasi-pluralistik seperti Indonesia. Upaya ini mendesak dilakukan guna menyikapi potensi gerakan radikalisme yang kembali "mengguncang" rasa aman masyarakat.
Hal tersebut merupakan salah satu rekomendasi yang dihasilkan forum silaturahim antara MUI Jateng bersama pimpinan ormas Islam, di Kota Semarang, Jateng, pekan lalu.
Ketua MUI Jateng KH Ahmad Daroji mengatakan, forum silaturahim ini menilai, gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia bukanlah sesuatu yang bediri sendiri, melainkan banyak faktor penyebab dan pemicunya. Bahkan saat ini, gerakan radikalisme di bumi nusantara ini tak dapat lagi dipandang sebagai fenomena lokal, tetapi sudah terkait erat dengan gejala global, terutama yang berlangsung di Timur Tengah.
Pada saat yang sama, kepentingan ekonomi, perebutan hegemoni politik, dan ketidakadilan global juga mendorong perkembangan radikalisme dan terorisme. "Sementara, pemahaman dan penghayatan tentang fungsi agama dalam semua aspek kehidupan, khususnya di bidang politik dan pemerintahan melahirkan fenomena teologis baru yang meresahkan," kata Ahmad Daroji.
Ia menjelaskan, gerakan radikalisme di Indonesia memiliki beberapa karakteristik yang menarik, antara lain, mudah mengubah nama gerakan dan mudah mengalihkan bentuk kegiatan ketika kegiatan yang lama mendapatkan reaksi.
Hal lain juga yang patut dicermati pada gerakan radikalisme di negeri ini adalah sasaran utamanya, yakni generasi muda. "Terakhir dibuktikan dalam aksi teror di Sarinah beberapa waktu lalu," katanya.
Melihat fenomena ini, forum merekomendasikan agar MUI Jateng terus menyelenggarakan pertemuan- pertemuan rutin dan terjadwal yang dihadiri pimpinan ormas Islam dan para penggiat deradikalisasi. MUI Jawa Tengah juga diminta aktif menyelenggarakan pertemuan dengan seluruh aparatur intelejen sehingga tercipta sinergi mengenai "sistem peringatan dini" dalam konteks radikalisme di Indonesia.
MUI Jateng juga dinilai perlu mengundang "komunitas kecil" yang ternyata ajarannya banyak diminati masyarakat. "Sekaligus memperluas diseminasi tafsir Alquran yang lebih humanis untuk mendelegitimasi dasar-dasar teologi radikalisme," kata Ahmad Daroji.
Kepada pemerintah, forum silaturahim ini juga merekomendasikan agar mengembangkan keadilan, terutama di bidang ekonomi sehingga dapat mengangkat kualitas hidup kaum papa, yakni mereka yang miskin dan mengalami keterbelakangan.
Pemerintah juga diminta mengendalikan tayangan di media elektronik agar sesuai dengan nilai-nilai budaya Indoensia. Bersama MUI, pemerintah juga disarankan mendesain ulang program deradikalisasi.
Terkait hal ini, Ketua Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jateng Abu Hafsin mengatakan, pemahaman ajaran Islam yang baik dan benar harus terus ditekankan kepada anak sejak mereka duduk di bangku pendidikan dasar hingga jenjang-jenjang pendidikan selanjutnya. Harapannya, ketika tumbuh dewasa, anak tidak gampang terpengaruh ajaran radikalisme dan pemahaman Islam yang menyimpang.
"Pemahaman Islam yang benar ini penting agar generasi muda menjadi benteng yang kokoh terhadap masuknya paham radikal," kata Abu Hafsin, di Semarang, Ahad (31/1). Menurutnya, jika sejak dini anak-anak sudah dibiasakan untuk memahami ajaran Islam "kebinekaan", Islam yang rahmatan lil 'alamin, dan Islam yang benar maka hal itu bisa menjadi benteng untuk membendung dan melawan virus-virus radikalisme.
Dalam lingkungan NU, jelasnya, lembaga pendidikan Ma'arif mengambil peran yang cukup besar untuk mendidik dan menanamkan pemahaman tentang Islam yang benar. Karena itu, ia pun meminta kepada seluruh pengajar madrasah di wilayahnya untuk ikut mencegah penyebaran radikalisme dengan memberikan pemahaman mengenai nilai-nilai Islam yang benar kepada para peserta didiknya. rep: Bowo Pribadi,ed: Wachidah Handasah