Meskipun berusia sepuh, Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie tetap menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Pada Sabtu (25/6) nanti, presiden ketiga Republik Indonesia itu genap mencapai umur 80 tahun. Saat ditemui tim Republika, Ahad (19/6) siang, pelopor industri penerbangan nasional itu tampak bugar. Ia tersenyum ramah dengan sorot matanya yang cerah.
Di Ramadhan kali ini, jadwal teknokrat lulusan RWTH Aachen, Jerman itu tetap padat. Misalnya, pada Rabu (15/6) lalu, Ikatan Cendekiawan Muslim se-Indonesia (ICMI) mendaulatnya menjadi tuan rumah perhelatan buka puasa dan shalat Tarawih bersama.
Saat itu, ia menyampaikan sikap optimistisnya terhadap sumber daya manusia (SDM) Indonesia di hadapan jamaah, termasuk sejumlah tokoh nasional, seperti Jimly Asshiddiqie (ketua umum ICMI), Akbar Tandjung (mantan ketua DPR), dan Quraish Shihab (pakar Alquran).
Sehari kemudian, BJ Habibie hadir sebagai tamu kehormatan untuk acara resmi buka puasa di kediaman Ketua DPR Ade Komarudin. Rupanya, lantaran dua kegiatan tersebut, tutur Habibie, kesehatannya sempat menurun dan membuatnya menunda kegiatan rutinnya setiap Jumat untuk berziarah ke makam istrinya tercinta, almarhumah Hj Hasri Ainun Habibie, pada Jumat (17/6). "Tiap Jumat saya ke makamnya Bu Ainun. Saya baca Yasin dan sebagainya," kata Habibie.
Dia bercerita soal kondisi kesehatannya pekan lalu itu. Menurutnya, ia bukannya sakit, tapi kurang tidur. "Jadi, kalau saya paksa, itu bisa tidak menguntungkan kesehatan. Jadi saya batalkan." Namun, sebagai gantinya, pada Sabtu (18/6), ia ke Taman Makam Pahlawan Kalibata untuk berziarah ke makam istrinya.
Dalam menjalankan ibadah puasa Ramadhan, Habibie selalu menekankan untuk memanfaatkan momentum tersebut dengan sebaik-baiknya. Ramadhan, baginya, merupakan momentum untuk meningkatkan ketakwaan dan kesalehan sosial umat Islam.
Habibie mengungkapkan kenangan manis sewaktu bersama istrinya setiap menjalani ibadah di bulan Ramadhan. Menurutnya, tidak pernah sekali pun dia berpisah dengan sang istri saat menjalankan ibadah tersebut.
Bagi mereka berdua, bulan puasa menjadi waktu yang tepat untuk kian menumbuhkan rasa kasih sayang di antara suami-istri. "Saya selalu bersama Bu Ainun. Shalat bersama. Selalu tiap hari ada Tarawih di sini. Kami Terawih bersama," kata dia.
Lalu, pada saat-saat masuk waktu berbuka puasa, sementara Habibie masih sibuk bekerja di kantor, Ibu Ainun membawakannya sajian berbuka puasa. Bahkan, lanjut dia, tak jarang istrinya menenteng rantang berisikan berbagai makanan kesukaan Habibie untuk disantap berdua.
Kepergian Ibu Ainun pada 22 Mei 2010, diakuinya merupakan ujian berat. Karena itu, ia menenangkan diri dan mengisinya dengan membaca Alquran rutin setiap malam, termasuk di Bulan Ramadhan, disertai kiriman doa bagi istri dan orangtuanya. Meski kadang-kadang, Habibie merasakan kesedihan yang mendalam, namun ayat-ayat suci membuatnya tenang dan kuat kembali.
Khusus untuk Ibu Ainun, kata dia, cintanya terus bersemayam di dalam hati yang mengantarkannya pada cinta sejati, juga cinta ilahi. Dia merasa kian dekat kepada kasih sayang Allah. "Saya sedang menulis buku. Saya dengan Ainun, bukan hanya lagi cinta sejati. Saya namakan apa? Cinta ilahi. It's beautiful." rep: Hasanul Rizqa, ed: Dewi Mardiani