Pandangan Islam terhadap kemiskinan berdasarkan cara pandang Islam terhadap manusia. Pandangan Islam terhadap manusia unik dan istimewa karena Islam telah mengangkat derajat manusia pada posisi dan kedudukan yang istimewa yang tidak ada bandingannya dalam agama atau falsafah manapun.
Alquran sudah menegaskan kemuliaan manusia ini dalam surah al-Isra yang artinya, "Dan, sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik. Dan, Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan." (QS al-Isra : 70).
Kemudian, Allah SWT telah menjadikan manusia sebagai khalifah di muka bumi sebagai kedudukan yang mulia. Pada saat yang sama, Allah SWT menyediakan sarana dan prasarana agar manusia dapat menunaikan amanah besar ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran surah Lukman yang artinya, "Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentinganmu) apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin. Dan, di antara manusia, ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa kitab yang memberi penerangan." (QS Lukman: 20).
Karena kedudukan manusia, Islam menyediakan sarana agar manusia dapat memenuhi kebutuhannya dan menunaikan tanggung jawabnya sebagai khalifah. Menurut Islam, kemiskinan itu membahayakan akidah, akhlak, dan pola pikir individu, keluarga, ataupun masyarakat secara umum. Semakin besar angka kemiskinan, masalah/akibat yang ditimbulkannya juga besar.
Rasulullah SAW juga memohon perlindungan kepada Allah SWT dari ancaman kemiskinan yang disejajarkan dengan permohonan perlindungan terhadap kekufuran, seperti diriwayatkan bahwa Rasulullah berdoa, "Ya Tuhanku, aku berlindung kepada-Mu dari bahaya kekufuran dan kemelaratan." (HR Abu Daud).
Syekh Manawi dalam kitab Faidhul Qadar membandingkan antara kufur dan kemiskinan serta berkesimpulan bahwa kemiskinan itu bisa menyebabkan kepada kekufuran. Karena, kemiskinan itu menimbulkan rasa hasad kepada orang kaya dan hasad itu menghilangkan kebaikan serta rasa ridha akan takdir (tawakal). Dampak-dampak tersebut walaupun bukan merupakan bentuk kekufuran, dapat menyebabkan kepada kekufuran.
Sufyan ats-Tsauri mengatakan, "Jika ada 40 ribu dinar berhasil aku dapatkan hingga aku mati, itu lebih baik daripada aku miskin dalam satu hari dan aku meminta-minta pada orang lain." Ia mengatakan, "Demi Allah, jika kemiskinan atau sakit menimpaku, aku khawatir aku menjadi kufur secara tidak sadar!"
Sebaliknya, memenuhi hajat fakir miskin agar mereka berdaya dan bisa menunaikan kewajibannya sebagai khalifah itu wajib. Maka, ayat-ayat Alquran dan hadis telah menegaskan bahwa membantu dan menyantuni orang-orang miskin adalah menyantuni Allah SWT. Barang siapa yang memenuhi hajat kaum dhuafa, seakan-akan dia memenuhi hajat Allah SWT.
Dr Oni Sahroni MA (Dewan Pengawas Syariah Laznas IZI dan Anggota DSN–MUI)