Manusia beriman akan selalu berpikir dan bertindak untuk kebaikan dan kemajuan dalam perannya masing-masing. Merekalah pemenang sejati yang selalu berusaha untuk meningkatkan kualitas diri dan menebar kemanfaatan. Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lainnya.
Seorang pemimpin haruslah memikirkan kesejahteraan bawahannya. Orang kaya ikut memikirkan nasib yang miskin. Kita yang selalu kenyang haruslah memikirkan nasib yang kerap lapar. Begitulah Rasulullah mengajarkan pada umatnya agar mengutamakan orang lain.
Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri RA, ia berkata, "Sewaktu kami sedang bepergian bersama Nabi SAW, tiba-tiba datang seorang yang berkendaraan. Ia menoleh ke kanan kiri seolah-olah mengharapkan bantuan makanan. Melihat hal itu, Rasulullah bersabda, 'Barangsiapa yang mempunyai kelebihan kendaraan, hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak mempunyai kendaraan. Dan barangsiapa yang mempunyai kelebihan bekal hendaklah ia memberikan kepada orang yang tidak mempunyai bekal.' Kemudian beliau menyebut berbagai macam harta. Sehingga, kami merasa seolah-olah tidak seorang pun di antara kami mempunyai hak atas kelebihan harta." (HR Muslim).
Ibadah shaum 1437 Hijriyah yang telah kita jalani juga memberikan kita pelajaran tentang kemanfaatan bagi sesama. Hasilnya, apakah kita salah satu juara dari madrasah Ramadhan kemarin? Hanya Tuhan yang tahu. Akan tetapi, secara manusiawi, akan terlihat hari ini dan bulan-bulan berikutnya, apakah kualitas ibadah kita secara vertikal dan horizontal semakin meningkat atau tidak.
Tentang kemanfaatan, lebih jauh dari sekadar berbagi kepada sesama, ada pertanyaan mendalam sebagai kritik ke dalam terkait kemandirian umat. Mengapa kebutuhan ibadah shaum, dimulai dari yang bersifat primer, seperti makanan dan kebutuhan lainnya, sebagian besarnya tidak diproduksi oleh umat Islam? Ada baiknya kita tak hanya berusaha agar ibadah utamanya diterima, tapi juga bagaimana seluruh atribut pendukung ibadah utama juga dikuasai dan memberikan manfaat bagi umat. Zakat, infak, sedekah, dan wakafnya dikelola agar produktif.
Cara pandang holistik melihat hikmah dari ibadah yang dilakukan mutlak diperlukan. Sangatlah bermanfaat ketika umat Islam produktif dibandingkan konsumtif. Semangat ibadah shaum itu bukan untuk konsumtif, melainkan peduli, berbagi, dan produktif. Untuk itulah, umat Islam dituntut untuk selalu menjaga akal sehat dan sikap kritisnya.
Salah satu pembeda manusia dengan makhluk Allah SWT lainnya adalah kemampuan untuk berpikir. Dengan akal pikirannya, manusia dapat memecahkan banyak tantangan kehidupan di dunia ini, dimulai dari hal yang remeh-temeh dan sederhana hingga yang paling rumit sekalipun. Akumulasi dari produk berpikir itu kini menjadi kebudayaan dan peradaban.
Tugas berpikir senantiasa berbarengan dengan kemanfaatan. Tak sekadar memberikan akal, Allah SWT juga menciptakan beragam makhluk dan alam semesta yang harus dipikirkan. Menjadi tugas manusia untuk menemukan hikmah dari ciptaan-Nya. Tidak ada yang sia-sia dari ciptaan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT, "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka." (QS Ali Imran: 191).
Mari berpikir, mengembangkan ilmu pengetahuan, dan menebar kemanfaatan melalui profesi masing-masing sebagai rangkaian tak terpisahkan. Memisahkannya akan melahirkan kerusakan. Menyatukannya akan menyebarluaskan kemaslahatan. Semoga kita menjadi juara madrasah Ramadhan tahun ini dan tahun-tahun berikutnya. Amin.
Oleh Iu Rusliana