Selasa 10 Jun 2014 13:00 WIB
pernik

Merepih Alam

Red:

Ketika berbicara tentang konsep hijau atau peduli lingkungan, mungkin beberapa orang akan berpikir bahwa konsep ini adalah wacana semata alias tidak dapat diterapkan. Boleh jadi, mereka menganggap terlalu banyak hal yang perlu dilakukan dan memerlukan dukungan banyak pihak.

Tapi, ketika banyak orang bersikap skeptis soal kepedulian lingkungan dan alam sekitar, keprihatinan itu lantas menjadi inspirasi dalam Indonesia Fashion Week (IFW) dalam rangkaian ajang Jakarta Fashion & Food Festival (JFFF) 2014. Dengan mengangkat tema “Green Movement”, IFW dan JFFF menampilkan konsep busana yang menerjemahkan kondisi alam dan budaya sekarang ini.

IFW mencoba memperlakukan konsep hijau bukan sebagai gengsi semata, melainkan sebagai tanggung jawab untuk bumi. Bentuk tanggung jawab itu pun tampil dalam berbagai hal dalam busana, seperti penggunaan warna atau serat alami dan meminimalisasi limbah produksi (zero waste).

Untuk koleksinya, IFW juga memanfaatkan bahan semaksimal mungkin dan menggunakan bahan sintesis dengan minim perawatan, sehingga menghemat listrik dan air, terpakai, dan mendesain ulang pakaian tren musim lalu menjadi model baru sesuai tren.

Untuk membuktikan konsep tersebut memang bisa diaplikasikan, IFW menggandeng 18 brand lokal, yakni Figtree, Rosso, 8Eri For Kanawida, By Engell, Toraja Melo, Novalia Somawidjaya, fBudi, Jenny Tjahyawati, Restu Anggraini, Bunga Ashya, Hanny Meiwita, Ilo Saputra, Spotlight, Iwan Amir, Maria V Lydia, Suci Fitria Apriani, Lady Voo, dan Marselianggi.

Peragaan busana tersebut menampilkan empat kelompok desainer yang masing-masing membawa konsep Aliens, Biommetic, Android, dan Verasius. "Masing-masing konsep menerjemahkan konsep recovery dari tiap daerah di Indonesia," ujar Founder Phalie Studio, Patricia, saat ditemui di Forum Mal Kelapa Gading, beberapa waktu lalu.

Konsep pertama, yakni Aliens, terinspirasi dari Kota Solo dengan poin recovery budayanya. Pada tampilan busananya terjadi pertemuan antara tradisi dan modern. "Busananya terbuat dari material tradisional, tetapi dengan tampilan yang modern," kata dia.

Konsep kedua, yaitu Biommetic, mengambil inspirasi dari kerusakan alam di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Kemudian, konsep ketiga adalah Android yang terinspirasi dari Jakarta. Kota megapolitan ini memiliki kreatif mindset, urban, dan terkesan muda.

Hal ini terlihat dari busana konsep Android yang sangat berani dengan kaus-kaus print dan tulisan penuh makna. Sedangkan, konsep keempat, yakni Verasius, terinspirasi dari Kepulauan Raja Ampat. Bukan hanya menampilkan adat masyarakatnya, keindahan alam Raja Ampat juga tertuang dalam koleksi busananya. "Teknologi membantu alam, tapi sayangnya alam dirusak oleh teknologi. Oleh karena itu, kami mengambil spirit dari Raja Ampat sebagai recovery spiritual,” kata Patricia.

Salah satu desainer yang berpartisipasi dalam peragaan busana ini, Jenny Tjahyawati, memamerkan lima busana yang terdiri atas empat busana wanita dan satu busana unisex. Koleksi tersebut berbahan katun dan bernuansa emas. Ia juga menambahkan pola rumit pada motif dengan teknik cetak digital yang dihiasi warna hijau metalik berbahan beludru yang terinspirasi dari warna binatang beracun.

Kerusakan alam yang terjadi di Banjarmasin diterapkannya pada detail-detail baju yang bermain pada pola dan potongan. Warna-warna yang digunakannya pun merepresentasi kerusakan alam di Banjarmasin. "Saya menggunakan warna kerusakan alam, seperti emas, metalik, dan hijau yang terinspirasi dari warna binatang beracun. Kemudian, ada juga konsep jamur perusak yang saya tuangkan ke dalam potongan berlubang-lubang dalam busana saya," ujarnya. Fenomena alam pun hadir dalam busana kita.

rep:qommarria rostanti ed: endah hapsari

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement