Apa yang ada di benak Anda ketika mendengar nama Gunung Bromo? Cuaca dingin beserta kondisi alam yang misterius pasti tak lepas dari bayangan mengenai gunung berapi yang terletak di Jawa Timur tersebut. Hal itu pula yang membuat desainer Musa Widyatmodjo mengangkatnya ke dalam koleksi siap pakai (ready to wear) yang diperagakan beberapa waktu lalu di Jakarta Food and Fashion Festival (JFFF) 2014.
Lewat tema "the(isun)atmosphere", Musa mencoba menerjemahkan keindahan dan kemisteriusan Gunung Bromo ke dalam rancangannya. Isun merupakan kata yang cukup asing bagi sebagian masyarakat Indonesia, namun tidak demikian halnya bagi suku Tengger yang merupakan penduduk asli Kawasan Bromo.
Isun memiliki arti aku seorang wanita, sedangkan atmosphere adalah ungkapan suasana keindahan serta kemisteriusan kondisi alam di sekitar kawasan Gunung Bromo, karakter permukaan tanahnya yang bergunung-gunung dengan tebing curam, dan juga para wisatawan dengan berbagai macam penampilannya, terutama wisatawan wanita.
Musa mendapatkan inspirasi tersebut dari koleganya yang sering pergi ke Bromo. "Dia memberitahu saya pengalaman menarik seputar keindahan dan kekayaan alam dan suku yang ada di sana," ujarnya.
Di Bromo, terdapat Kaldera Tengger yang merupakan lautan pasir terluas. Keadaan tanah daerah Tengger gembur seperti pasir. Kelembaban udara serta temperaturnya pun terasa sejuk sepanjang hari. Kabut menebal pada sore hari dan pada puncaknya kabut lebih tebal, terutama pada pagi hari sebelum fajar menyingsing.
Suasana alam Gunung Bromo kelihatan lebih eksotik saat matahari terbit. Unsur-unsur tersebut dijadikan ide koleksi M by Musa yang kali ini diterjemahkan menjadi rangkaian koleksi busana cocktail modern. Ada permainan komposisi warna, detail, kombinasi bahan, tekstur, potongan garis hias yang sangat proporsional, serta ciri khas M by Musa. "Saya bermain dengan kain sutra berkualitas tinggi, satin, renda, brokat, dan bahan baku lain yang sering digunakan M by Musa," katanya.
Warna koleksinya cenderung gelap, seperti hitam, merah pekat, dan abu-abu mengikuti tekstur alam yang terdapat di kawasan Gunung Bromo. Koleksi tersebut juga dilengkapi berbagai aksesori, seperti penutup kepala, scarf, dan sarung tangan. Penataan gaya berbusana memberi warna baru dalam gaya tumpuk. Sebuah kolaborasi antara alam, imajinasi, seni desain, dan teknik-teknik pembuatan busana yang menghasilkan karya fashion yang sangat realistis.
Untuk koleksi yang diperagakan di JFFF 2014 tersebut, Musa memproduksinya dalam ukuran S, M, L, dan XL sebanyak empat hingga 24 potong setiap style. "Untuk keseluruhan ada lebih dari 220 style, totalnya berjumlah 2.000 potong," ujarnya.
Adapun hal tersebut dilakukan dalam waktu masa produksi selama empat bulan. Hal ini, kata Musa, dilakukan sebagai sebuah investasi dan komitmen terhadap membangun sebuah merek busana fashion nasional yang dekat dan bisa diakses langsung oleh masyarakat.
rep:qommarria rostanti ed: endah hapsari