Selasa 15 Jul 2014 12:00 WIB
pasien cerdas

Kontroversi Vaksin

Red:

Di berbagai belahan dunia, kontroversi soal vaksinasi tak pernah sepi diperdebatkan. Sementara itu, ketidakpercayaan masyarakat akan keamanan dan kegunaan vaksin telah mendatangkan beragam jenis bala dalam kehidupannya. Akibat menolak divaksin, mereka menderita penyakit tertentu, mengalami kecacatan, atau bahkan meregang nyawa.

Di Amerika Serikat, setidaknya 539 orang di sepanjang 20 negara bagiannya terinfeksi campak sejak awal tahun ini. Data dari Centers for Disease Control (CDC) and Prevention tersebut memperlihatkan penyakit yang bisa ditangkal dengan pemberian vaksin ini muncul utamanya pada komunitas yang rendah cakupan imunisasinya. "Laporan itu semestinya membukakan mata orang tua akan pentingnya vaksin," ungkap dokter anak dari Rand and Boston Children's Hospital, Courtney Gidengil, seperti dikutip dari USA Today.

Pekan lalu, jurnal Pediatrics melansir temuan terbaru yang memberikan petunjuk paling jelas yang pernah ada soal keamanan vaksin. Komplikasi serius terkait pemberian vaksin ternyata sangat jarang terjadi. Di samping itu, tak ada bukti imunisasi dapat memicu autisma. Temuan tersebut berasal dari hasil analisis 67 studi penelitian.

Laporan tersebut mengungkapkan ada bukti yang kuat vaksin campak tidak terasosiasikan dengan meningkatnya risiko autisma. Mitos tersebut menjadi populer sejak 1998 setelah tersiarnya hasil penelitian yang tidak sahih. Kendati, hasil penelitiannya sudah ditarik, mitosnya terus menjadi kepercayaan sebagian masyarakat. "Banyak sekali informasi keliru yang beredar soal vaksin, terlebih setelah menurunnya pamor produk jurnalistik cetak dan orang makin leluasa mengunggah informasi yang tak kredibel ke internet," sesal peneliti Margaret Maglione.

April silam, CDC mengabarkan vaksin yang diberikan pada bayi dan anak kecil di Amerika selama dua dekade terakhir dapat mencegah 322 juta angka kesakitan, 21 juta rawat inap, dan 732 ribu kematian di sepanjang hayat si kecil. Sementara itu, laporan terbaru mengungkap beberapa vaksin, termasuk pemberian vaksin flu dan vaksin MMR (campak, gondongan, dan rubella), dikaitkan dengan peningkatan risiko kejang demam pada anak. Risiko itu dapat membuat orang tua khawatir memberikan vaksin MMR pada buah hatinya. Kabar baiknya, serangan kejang demam terkait vaksin MMR biasanya ringan dan tidak terjadi dalam jangka panjang.

Penelitian yang sama memperlihatkan vaksin rotavirus meningkatkan risiko intussusception alias penyumbatan usus yang serius. Pemberian vaksin yang dapat menghalau penyebab paling jamak diare dan dehidrasi pada anak ini dapat menyumbang tambahan satu sampai lima kasus  intussusception  dari setiap 100 ribu dosis yang diberikan. "Perlu diingat, infeksi rotavirus juga menyebabkan  intussusception," jelas dokter anak ahli penyakit infeksi, Paul Offit.

Analisis terbaru itu mungkin tak akan mengubah pendapat orang tua yang sangat antivaksin. Akan tetapi, dokter diharapkan terus mengedukasi orang tua tentang pentingnya vaksin. Terlebih, jika dibandingkan dengan angka kecelakaan lalu lintas, jumlah anak yang mengalami efek samping vaksin jauh lebih sedikit. Di Amerika saja, hampir 38 ribu anak bawah empat tahun cedera akibat kecelakaan mobil pada 2012. CDC mengungkapkan, sebanyak 523 di antaranya meninggal. "Aspek paling berbahaya dari pemberian vaksin pada anak ialah berkendara untuk mengambilnya," komentar Offit. ed: reiny dwinanda

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement