Di rumah banyak sekali buku dan majalah. Soalnya, saya terbiasa mengajak anak-anak ke toko buku sebulan sekali. Ketika koleksi itu semakin banyak, hati jadi terasa miris karena hanya anak-anak saya yang mendapatkan manfaatnya.
Saya pernah beberapa kali menawarkan ke pengurus masjid untuk membuka perpustakaan. Saya sampaikan, saya bersedia menyumbang buku. Ide itu hanya mendapat respons datar tanpa ada kelanjutannya, "Nanti akan dibicarakan sesama pengurus."
Saya juga pernah menawari tetangga untuk bebas meminjam buku di rumah. Ide itu juga tidak mendapat respons yang baik. Mereka lebih suka menonton sinetron ketimbang membaca buku.
Akhirnya, saya memakai alternatif lain, yaitu dengan menelusuri beranda jejaring sosial, seperti Facebook. Dari situ, saya bisa tahu siapa saja yang membutuhkan buku untuk koleksi taman bacaan mereka. Saya tinggal menghubungi teman tersebut dan menawarkan majalah atau buku yang ada di rumah.
Namun, cara itu ternyata masih tidak memuaskan hati saya. Saya merasa masih ada yang kurang jika hanya anak-anak di rumah yang suka buku dan paham banyak hal dari buku sementara teman dan lingkungannya tidak.
Saya tidak bisa menunggu lagi. Lingkungan yang seirama, menyukai buku, tentunya akan lebih baik untuk tumbuh kembang anak-anak. Melihat minat si bungsu dengan buku yang lebih besar ketimbang kakaknya, akhirnya saya mengajak ia bekerja sama.
"Dik, sayang lho kalau teman kamu tidak tahu buku bagus ini," ujar saya suatu hari ketika ia membuka lemari buku.
"Terus aku harus apa, Bu?"
"Kamu bawa ke sekolah, terus kamu buka pas istirahat."
Maka, saya mulai membawakan Bilqis, setiap ke sekolah dan TPA, buku dengan gambar yang banyak. Tujuannya, untuk memancing minat baca teman-temannya. Teman-teman sekolahnya suka. Malah, ada yang meminjam majalah juga dari Bilqis.
Meski, kadang-kadang Bilqis jenuh juga ketika beberapa kali membawa buku, temannya tidak ada yang mau membaca buku bersmaanya. Agak lama vakum, akhirnya Ramadhan ini saya mengajak Bilqis melakuannya bersama-sama. Saya berharap, dia bersemangat lagi. Jadi, setiap shalat Tarawih, saya masukkan beberapa buku ke dalam tas.
Di masjid, saya memilih tempat shalat dekat anak-anak seusia Bilqis. Begitu mereka mulai ribut, saya mengeluarkan buku cerita yang saya bawa dan mereka pun langsung antusias membacanya. Berkali-kali saya lakukan trik tersebut. Alhamdulillah, peminat bukunya semakin banyak. Anak-anak pun dapat merasakan atmosfer shalat Tarawih tanpa mengganggu jamaah lain.
Ini hanya langkah kecil versi saya. Tapi, menjadi manusia yang bermanfaat memang dimulai dari sesuatu yang kecil. ed: reiny dwinanda
Oleh Nurhayati Pujiastuti
Ibu dua anak, tinggal di Jakarta