Setiap anak perlu memiliki kemampuan fungsional, seperti keterampilan sosial (social skill) dan keterampilan hidup (life skill). Dengan kemampuan tersebut, anak bisa bertahan hidup dan beradaptasi di dalam masyarakat. Kelak, di dalam kehidupan dewasa, ia harus tampil sebagai individu yang independen dan produktif.
Menurut pakar pendidikan khusus Adi D Adinugroho-Horstman PhD, tujuan pendidikan selalu ada ujungnya. Selama apa pun proses belajarnya, pasti ada target yang ingin dicapai. "Proses tersebut diharapkan dapat membentuk anak menjadi individu yang independen, produktif, dan bermanfaat untuk masyarakat dan dirinya sendiri."
Untuk orang "normal" kemampuan itu ada tanpa harus didesain dan diajari khusus. Mereka bisa menguasai dengan sendirinya, yakni dengan mencontohnya dari lingkungan. Sebaliknya dengan anak berkebutuhan khusus. Ada beberapa anak yang menjadi sulit belajar dari lingkungan atau menjadi sulit mengambil pembelajaran dari lingkungan. Mereka juga tidak memiliki kesempatan yang cukup karena beragam kondisi mereka.
Adi menjelaskan di Indonesia ada sekitar dua juta anak berkebutuhan khusus usia sekolah. Saat ini, mereka masih anak-anak. Sepuluh tahun lagi mereka akan menjadi orang dewasa. "Orang tua harus menyiapkan anandanya menyongsong masa itu," ujarnya di sela-sela forum diskusi mengenai "Keterampilan Fungsional Rekreasi/Hobi" yang digelar Psycho Educational Assesment Center of Exellence (PEACE), Sabtu (16/8), di Jakarta.
Beberapa anak berkebutuhan khusus memiliki kemampuan sosialiasi yang kurang baik. Kemampuan manipulatifnya masih minim. Misalnya, mereka terlalu jujur dan apa adanya. Kepolosan itu dapat membahayakan mereka di kehidupan bermasyarakat. "Memiliki rasa curiga agar tak mudah dibohongi merupakan salah satu bentuk kemampuan manipulatif," kata Adi.
Tanpa adanya kemampuan manipulatif, anak berkebutuhan khusus harus selalu dijaga. Mereka akan menjadi beban bagi keluarga karena tak bisa mandiri beraktivitas di luar rumah. "Jika sudah diajarkan kemampuan manipulatif sejak dini, mereka akan produktif ketika dewasa," ujar Adi.
Anak berkebutuhan khusus sebaiknya mendapatkan pengajaran tentang social skill dan life skill sejak dini. Paling tidak, saat anak sudah kelas tiga sekolah dasar. Waktunya dapat disesuaikan bergantung berat atau tidaknya kondisi anak.
Apa saja yang harus mereka pelajari? Dengan cara apa mereka mempelajarinya? Menjawab pertanyaan tersebut, Adi menjelaskan, ada beberapa cara yang bisa ditempuh.
Untuk mengajarkan keterampilan fungsional, orang tua bisa masuk lewat pintu rekreasi, contohnya, dengan mengajak ananda makan di restoran. Sebelum berangkat, jelaskan kepada anak nanti akan makan di restoran. Kenalkan anak beragam restoran dan bimbing ia memilih restoran yang akan didatangi dengan membantunya mengenali selera makannya atau jenis makanan yang boleh disantapnya saat itu. Ketika masuk restoran, ajari sistem restoran, cara pemesanan makanan, dan sistem pembayaran.
Selain itu, orang tua bisa mengajak anak menonton bioskop. Ajarkan anak untuk memilih bioskop, jenis film, cara membeli tiket, sopan santun saat menonton bioskop, dan lainnya. Ajarkan sedetail itu. Tujuannya agar anak belajar intervensi. "Dengan mengetahui itu secara rinci, anak akan terlatih menghadapi beragam situasi," kata Adi kepada Republika.
Untuk mengajarkan hal demikian, anak berkebutuhan khusus bisa jadi tak dapat menyerapnya sekaligus. Lakukan secara bertahap dan dengan rencana yang matang. Misalnya, hari ini ajarkan memilih menu, besoknya ajarkan memesan makanan. Begitu seterusnya. Setelah anak memiliki kemampuan makan di restoran atau menonton di bioskop, beri anak kesempatan untuk melakukannya sendiri. Biarkan anak memesan makanan atau membeli tiket tanpa bantuan orang tua.
Cara berikutnya untuk mengajarkan keterampilan fungsional, yakni melalui hobi. Hobi bukan hanya berupa kegiatan, melainkan bisa saja dengan mengumpulkan barang kesukaan, seperti prangko, bebatuan, dan lainnya. Hobi adalah sesuatu yang membuat kita senang. Sebelumnya, orang tua tentu harus melihat terlebih dahulu hobi anaknya.
Eksplorasi lebih jauh apa hobi anak. Saat akhir pekan, coba ajak anak pergi ke toko musik. Lihat apakah anak tertarik dengan musik. Di rumah, orang tua juga dapat memutarkan musik atau memainkan alat musik, lalu memperhatikan minat anaknya.
Ketika orang tua sudah berhasil melacak hobi anak, fasilitasi buah hati untuk melakukan hobinya. Ketika anak menyukai origami dan memiliki talenta, ia akan terlihat senang menjalani hobinya. Biarkan anak meneruskan dan carikan jalan agar ia dapat mengembangkan hobinya.
Kelak anak bisa mendapatkan penghasilan dari kreasi origaminya. Peluang itu sudah semakin terbuka apalagi belakangan makin banyak toko dan butik berkelas yang menjadikan origami sebagai unsur dekoratif. Dengan memiliki penghasilan sendiri, anak akan bisa bertahan hidup nantinya.
Demikian pula, dengan anak yang hobi main piano dan terasah bakatnya. Ia bisa saja bermain piano saat libur sekolah di kafe-kafe. Sayangnya, orang tua terkadang tidak memiliki waktu untuk mengajarkan kemampuan fungsional ini kepada anak berkebutuhan khususnya. Ada pula orang tua yang tidak memberi kesempatan anaknya keluar rumah. Mereka masih berpikiran masyarakat akan menolak anak berkebutuhan khusus. Padahal, kenyataannya tidak seluruhnya masyarakat menolak. Anak yang tidak mempunyai pengalaman akan sulit belajar. "Jangan malu bawa anak berkebutuhan khusus keluar rumah berkebutuhan khusus, harus bangga," ujar Adi.
***
Social Club
Jika orang tua tidak memiliki waktu untuk mengajari kemampuan fungsional kepada anaknya, ayah dan ibu bisa mengikutsertakan anak pada social club, seperti yang diadakan oleh PEACE. Social club akan mempertemukan 10 anak berkebutuhan khusus dan 10 anak "normal". Mereka akan diajari caranya berteman dan memilih teman. Mereka juga akan belajar cara menginisiasi suatu pertemanan, menjaga pertemanan, dan berteman sehat.
Anak-anak berkebutuhan khusus juga akan dikembangkan kemampuan fungsionalnya melalui rekreasi, misalnya pergi menonton bioskop bersama-sama. Mereka akan diberi kesempatan untuk memilih film. Tidak semua anak memiliki keinginan dan minat yang sama dengan film tertentu. Mereka akan mengambil keputusan bersama dan saat itulah mereka akan belajar kemampuan bersosialiasi.
Selain itu, mereka juga akan melatih kemampuan fungsionalnya melalui hobi. Misalnya, diajak main bowling. Di sana akan terlihat mana anak yang hobi bowling. Sekalipun tidak hobi, mereka dapat mencobanya dan mengetahui cara bermain bowling.
Setelah anaknya mendapatkan pembelajaran di social club, orang tua akan memiliki pekerjaan rumah. Orang tua harus bisa mempertahankan dan mengembangkan kemampun fungsional yang sudah dimiliki anak. "Kalau anak sudah bisa pesan makanan di restoran, orang tua jangan pesankan lagi," kata Adi.
Evelyn Dita Christin yang juga special education specialist mengatakan bahwa social club seperti itu penting. Anak berkebutuhan khusus juga memerlukan orang lain, seperti guru di sekolah dan teman-teman. Anak-anak harus belajar dari lingkungan terkecil sampai yang terbesar. "Berikan anak kesempatan," ujarnya.
rep:desy susilawati ed: reiny dwinanda