Senin 15 Sep 2014 13:30 WIB

Kenali Gejala Skizofrenia Sedini Mungkin

Red:

Masalah ekonomi dan konflik kehidupan  yang perkepanjangan menjadi pemicu tingginya angka gangguan jiwa di Tanah Air.  Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 1-2 orang dari 1.000  warga Indonesia mengalami gangguan kejiwaan berat. Jumlah itu termasuk di dalamnya penderita skizofrenia.

Penyakit ini sendiri merupakan penyakit jiwa berat. Sering kali berlangsung kronis dengan gejala utama berupa gangguan proses pikir. Akibatnya, pembicaraan sulit dimengerti dan isi pikir tidak sesuai realita (delusi/waham).

Gangguan jiwa  kerap muncul di usia produktif, yaitu 15-25 tahun. Karena itu, para ahli jiwa meminta agar masyarakat perlu mengenali gejala serta terapi skizofrenia sedini mungkin  supaya bisa meningkatkan probabilitas pemulihan sempurna (recovery).

Sayangnya, kata Ketua Seksi Skizofrenia Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI), Ayu Agung Kusumawardhani, konsep recovery masih dianggap terlalu jauh. Padahal,  hal itu sangat diperlukan untuk kehidupan Orang dengan Skizofrenia (OdS) dalam jangka panjang. "Jika ODS tidak mencapai recovery, penderita skizofrenia akan terus bertambah," kata Ayu dalam  talkshow 'Living with Schizophrenia' pada Peringatan Kesehatan Jiwa Sedunia (HKJS), Jakarta, pekan lalu.

Menurutnya, skizofrenia bukan hanya menyusahkan penderitanya, tapi juga pihak keluarga  dan masyarakat terbebani. Ayu mengakui, sampai saat ini sebagian besar dari penderita ganggung jiwa dan keluarganya belum berinisiatif atau berkesempatan mendapatkan pengobatan yang tepat. Tidak dimungkiri selama ini banyak dari masyarakat yang memasung atau membawa penderita ke dukun.

Untuk menangani para penderita gangguan jiwa lebih baik, DPR belum lama ini mengesahkan Undang-Undang Kesehatan Jiwa yang berisikan bahwa orang dengan gangguan jiwa berhak diperlakukan manusiawi dan tanpa pasung.

"Dengan UU Kesehatan Jiwa ini, diharapkan penanganan gangguan kejiwaan, terutama penderita skizofrenia lebih komprehensif dan terintegrasi mulai dari edukasi, terapi, dan dukungan psikologis," ujar Direktur Bina Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Eka Viora.

Eka menjelaskan, pemerintah telah membuat kebijakan dengan memberikan kemudahan akses pelayanan kesehatan jiwa, antara lain, dengan  menyertakannya dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). "Upaya pengadaan obat-obatan juga akan lebih menyeluruh ke daerah-daerah plosok," paparnya.

Sebenarnya, proses pemulihan penderita gangguan jiwa yang utama adalah dari pihak keluarga dan juga keinginan yang kuat  penderita. Psikolog Ratih Ibrahim mengatakan, diagnosis gejala skizofrenia sedini mungkin dari keluarga merupakan aspek penting bagi ODS untuk mendapatkan terapi. Hal itu termasuk pengawasan akan kepatuhan dalam mengonsumsi obat.

"Pengaruh adanya dukungan itu 1.000 persen, dengan demikian, mereka tidak akan kehilangan anggota keluarga dan tetap menjadi keluarga seutuhnya," papar Ratih. rep:c69 ed:khoirul azwar

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement