Kamis 18 Apr 2013 01:19 WIB
Politik Venezuela

Maduro: Oposisi Hendak Kudeta

Nicolas Maduro
Foto: Reuters/Carlos Garcia Rawlins
Nicolas Maduro

REPUBLIKA.CO.ID, KARAKAS -- Presiden terpilih Venezuela Nicolas Maduro menuding oposisi hendak melakukan kudeta. Tudingan itu diarahkan menyusul demonstrasi penolakan hasil pemilihan presiden yang menewaskan sedikitnya tujuh orang.

“Ini merupakan tanggung jawab mereka yang menghendaki kekerasan yang tak menghiraukan konstitusi dan institusi,” ujar Maduro dalam pidatonya kepada rakyat Venezuela, Selasa (16/4).  “Mereka merencanakan kudeta."

Selain tujuh korban tewas, otoritas setempat melaporkan lebih dari 60 orang terluka. Termasuk demonstran wanita yang mencoba melakukan aksi bakar diri.  Petugas juga menangkap lebih dari 170 pengunjuk rasa.

Dua dari tujuh korban tewas adalah warga yang sedang merayakan kemenangan Maduro di wilayah kelas menengah ibu kota. Keduanya ditembak oleh simpatisan oposisi. Satu korban lainnya tewas saat penyerangan klinik milik pemerintah. 

Mendengar  jatuhnya korban jiwa, pemimpin oposisi Henrique Capriles membatalkan rencana aksi damai menuju kantor Komisi Pemilihan Umum untuk mendesak penghitungan ulang, Rabu (17/4). 

Capriles mengatakan aksi tersebut akan disusupi oleh agen pemerintah. Mereka (pemerintah) memicu kekisruhan lalu dituduhkan kepada dirinya. Menurut Capriles, kericuhan ini sengaja dipicu untuk mengalihkan tuntutan sebenarnya yakni penghitungan ulang.

“Untuk semua pendukung saya, ini merupakan aksi penolakan damai. Siapa pun yang terlibat dalam kekerasan bukanlah bagian dari rencana ini. Bukan bersama saya,” ujar Capriles kepada wartawan.

Dalam pemilihan presiden, Ahad (14/4), Maduro yang dianggap sebagai penerus Chavez unggul tipis atas pemimpin oposisi Henrique Capriles.  Maduro  menang  dengan selisih tak sampai dua persen atau sekitar 265 ribu suara. Mantan sopir bus itu mendapat dukungan 50,8 persen, sedangkan Caprilles mendapat 49 persen suara.

Capriles menolak hasil ini.  Karena berdasarkan penghitungan kelompok oposisi, mantan gubernur Negara Bagian Miranda itu unggul dengan selisih di atas 300 ribu suara. Capriles menuduh Maduro telah berbuat curang.  Oposisi mengaku memiliki 3.200 bukti penyimpangan.   Capriles mendesak komisi pemilihan melakukan penghitungan ulang. Sayang keinginan Capriles ditolak. ''Penghitungan (ulang) harus dilakukan agar krisis (keamanan) segera tuntas. Kami siap menerima dialog bersama pemerintah,'' kata Capriles.

Jaksa Agung Luisa Ortega mengatakan, polisi dan lembaga peradilan harus menginvestigasi kekerasan ini.  Kelompok massa membakar perkantoran dan bangunan milik pemerintah. Kelompok yang lain menjarah harta benda milik sipil. Aksi kekerasan ini telah dijadikan senjata bagi Maduro untuk menyerang oposisi. Televisi pemerintah menggambarkan berulang-ulang gedung yang dibakar dan demonstran bertopeng. Televisi negara ini seolah menyamakannya dengan kegagalan kudeta kepada Chavez pada 2002.

Menurut laporan AP, kekerasan justru terjadi ketika pasukan antihuru-hara Garda Nasional mencoba membubarkan demonstran dengan menggunakan gas air mata dan peluru karet.  Jurnalis AP juga menyaksikan bagaimana gerombolan preman sepeda motor pro pemerintah melemparkan bom molotov ke arah kantor oposisi di Teques. Gerombolan menjarah toko roti yang mereka anggap dimiliki oleh pendukung Capriles.

Pelantikan Maduro akan digelar pada Jumat pekan ini. Sebanyak 15 negara telah menyatakan  hadir. Di antaranya Bolivia, Ekuador, Nikaragua, Iran, Cina, Arab Saudi, Qatar, Haiti, Uruguay, dan Argentina. Maduro akan menjabat sampai 2019. Dia menggantikan Chavez yang wafat 5 Maret lalu.  n bambang noroyono/ap/reuters ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement