REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Usaha mengangkat kembali kasus korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dituding hanya pengalihan isu dari kasus Bank Century. Tim Pengawas (Timwas) Kasus Bank Century DPR menilai langkah KPK ini jadi bagian dari operasi khusus. “Kami sudah menduga ada operasi pengalihan isu,” kata anggota Timwas Century Fahri Hamzah kepada Republika, Selasa (16/4).
Menurut Fahri, KPK berusaha untuk menghindar dari tanggung jawabnya untuk menuntaskan penanganan kasus Bank Century. Modusnya, dengan menggiring opini publik bahwa seolah-olah kasus BLBI ini lebih besar dari kasus Bank Century.
KPK pun dituding menutup-nutupi kasus Bank Century karena diduga memiliki kaitan dengan pihak penguasa saat ini. Sebaliknya, dengan melanjutkan kasus BLBI, bisa menjatuhkan kekuatan politik yang kini menjadi musuh penguasa. “Nah, ini yang tidak kita mau. KPK jangan melupakan kasus Century,” kata Fahri.
Selain itu, Fahri juga menilai cara lainnya KPK untuk mengalihkan isu dan melupakan kasus Bank Century adalah dengan digalakkanya operasi tangkap tangan (OTT). Padahal, OTT yang dilakukan KPK merupakan kasus-kasus yang relatif sangat kecil dibanding dengan kerugian negara yang diakibatkan dari kasus Bank Century. “Ngapain nangkap yang receh-recehan? Mengapa gak ungkap yang kerugiannya sampai triliunan rupiah?” ketus Fahri.
Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pihaknya sama sekali tak berkepentingan dengan pengalihan isu dalam sebuah kasus. Dalam bertugas, KPK mengutamakan alat bukti, bukan berdasarkan isu, pesanan, atau kepentingan politik tertentu. “Tentunya KPK bekerja secara profesional, KPK bekerja berdasarkan alat bukti,” kata Johan.
Menurut Johan, jika penanganan kasus Bank Century belum selesai, itu karena KPK tidak mau terburu-buru. KPK harus menemukan bukti material secara kuat sehingga bisa memudahkan penanganan kasusnya.
Saat ini, lanjut Johan, KPK terus bekerja dan melanjutkan penanganan kasus Bank Century. Sehingga, ia membantah tudingan bahwa KPK melupakan kasus ini.
Kasus Century hingga kini tetap bergulir di jalur hukum dan politik. Di jalur hukum, KPK berencana mendengar keterangan dari mantan menteri keuangan Sri Mulyani.
Sedangkan, di ranah politik, tim pengawas kasus Century sedang mendalami peran mantan gubernur BI yang kini menjabat wakil presiden, Boediono. Beberapa pekan lalu, sempat tersebar fotokopi surat pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) kepada Bank Century yang ditandatangani Boediono.
Kendati Fahri menuding kasus BLBI hanya pengalihan, angka kerugian negara akibat kasus ini mencapai 100 kali lipat dibanding kasus Century. Akibat kasus BLBI yang terjadi pada awal periode reformasi, negara harus menanggung kerugian hingga Rp 650 triliun.
Karena itu, sejumlah pihak tetap mendesak KPK untuk serius menuntaskan kasus ini. LSM Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (Humanika) menyatakan KPK harus mendalami peran sejumlah mantan pejabat yang menerbitkan surat keterangan lunas (SKL) dalam kasus BLBI.
“Kami tegaskan bahwa SKL tidak sah karena Anthony Salim dkk belum melunasi utang-utangnya. KPK harus berani menyita seluruh aset para koruptor BLBI,” kata Ketua Presidium Humanika Sobarul Fajar. Sobarul menjelaskan SKL yang dikantongi para konglomerat dalam kasus BLBI menjadi senjata untuk meloloskan diri dari jeratan hukum. Padahal, kasus yang merugikan negara sebesar Rp 650 triliun itu sangat membebani masyarakat. Sebab, uang rakyat harus tersedot Rp 30 triliun setiap tahunnya hanya untuk membayar utang BLBI. n ed: abdullah sammy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.