REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) ditutup di level psikologisnya pada perdagangan, Kamis (18/4). IHSG ditutup menguat 0,12 persen ke level 5.004,78.
Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan Firmanzah menilai pencapaian IHSG tak lepas dari fundamental ekonomi Indonesia yang stabil. Hal ini ditandai cadangan devisa, inflasi, serta daya beli masyarakat yang relatif terjaga. “Semua faktor itu merupakan prospek bagus untuk dunia usaha. Tentu ini akan berdampak pada sentimen positif untuk pasar modal,” tuturnya, Kamis (18/4).
Firmanzah menjelaskan, IHSG merupakan salah satu indikator untuk melihat sentimen investor dan pasar terhadap perekonomian suatu negara. Naik turunnya IHSG juga merupakan cerminan yang baik untuk melihat prospek perekonomian dalam jangka pendek maupun panjang.
Gonjang-ganjing di dalam negeri akibat penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, menurutnya, tak membuat investor gusar. Hal ini karena kebijakan pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) bagi masyarakat sejalan dengan ekspektasi pasar. Ke depan, Firmanzah memprediksi nilai IHSG masih akan meningkat.
Dia juga berharap, pasar modal bisa memberikan dampak yang lebih besar terhadap sektor riil. Pasar modal dapat menjadi tempat perusahaan menambah modal, selain meminjam ke bank dan menahan dividen. “Sehingga, semakin banyak perseroan mendapatkan tambahan modal dari pasar modal, pengembangan usaha mereka akan semakin lancar. Sehingga, secara tidak langsung akan memberikan pengaruh pada sektor riil,” katanya.
Hal yang sama juga diungkapkan Kepala Riset MNC Securities Edwin Sebayang. Dia berpendapat, IHSG diperkirakan akan mampu bertahan di atas level psikologis hingga akhir tahun meskipun dalam perjalanannya perdagangan tetap akan fluktuatif. “Saya perkirakan hingga akhir tahun bisa mencapai level 5.100,” ujarnya.
Analis First Asia Capital David Sutyanto menyatakan, sentimen positif yang mendorong pencapaian level tertinggi ini salah satunya adalah rilis laporan keuangan emiten. Hingga kuartal pertama tahun ini, banyak emiten yang membukukan kinerja terbaiknya. “Terutama, bagi emiten sektor perbankan yang menjadi motor pergerakan IHSG,” katanya.
Selain perbankan, emiten sektor infrastruktur juga memberikan kontribusi yang baik pada pergerakan IHSG. Sektor ini dinilai masih akan menjanjikan hingga akhir tahun karena pertumbuhan konstruksi masih tinggi. Apalagi, kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) justru akan memberikan dampak yang positif bagi emiten-emiten sektor ini.
Dengan naiknya harga bahan bakar, alokasi subsidi akan dialihkan ke sektor lain, termasuk sektor infrastruktur. Dengan demikian, kebutuhan akan permintaan proyek infrastruktur akan tinggi. Meskipun demikian, keterlambatan cairnya anggaran akan menjadi faktor penghambat utama kinerja perseroan.
Meskipun rekor yang dicapai IHSG tersebut memberikan sinyal positif terhadap perekonomian Indonesia, kondisi ini dianggap terlalu dini. “Karena belum ada sentimen positif yang mendongkrak IHSG ke level psikologis. Sehingga, pencapaian ini terkesan dipaksakan,” kata analis Trust Securities Reza Priyambada.
Reza mengatakan, sejauh ini baru sentimen laporan kinerja kuartal pertama yang mendorong IHSG memasuki level di atas 5.000. Selain itu, belum ada lagi hal pendorong IHSG, baik global maupun lokal. “Saya rasa tidak bertahan lama,” katanya.
Analis dari Universal Broker Indonesia Satrio Utomo juga berpendapat sama. Menurutnya, banyaknya sentimen negatif dalam negeri, tekanan jual pemodal asing, dan kondisi bursa regional yang masih labil membuat pencapaian tersebut sulit dipertahankan. Ia menyarankan pemodal mengambil posisi sell on strength karena sejauh ini belum ada sentimen positif dari dalam negeri. n friska yolandha/muhammad iqbal
ed: fitria andayani
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih