REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggelar jumpa pers mendadak terkait persoalan partai di Istana Kepresidenan, Rabu (17/4) malam. Sejumlah pihak menilai tindakan tersebut sebagai bentuk penyalahgunaan fasilitas negara.
"Kalau dibiarkan, bisa menurunkan marwah dan citra Istana," kata Wakil Ketua DPR Pramono Anung, di Kompleks Parlemen Senayan, Kamis (18/4). Menurutnya, SBY tak cermat menggunakan fasilitas negara yang melekat pada dirinya sebagai seorang presiden.
Menurut Pramono, SBY semestinya bisa memilah mana domain negara dan domain politik. Membicarakan urusan internal partai di Istana Negara dan menggunakan fasilitas yang ada di dalamnya merupakan tindakan yang seharusnya dihindari Presiden. "Yang berkaitan dengan partai seyogianya dibicarakan di luar Istana," ujarnya.
Politikus PDI Perjuangan ini mengakui partai politik memang mesti diurus. Namun, ketika SBY berani memutuskan diri menjadi ketua umum Partai Demokrat, ia harus siap menanggung risiko pro dan kontra yang berkaitan dengan jabatannya sebagai kepala negara.
"Dari sisi undang-undang tidak ada yang dilanggar. Namun, penggunaan Istana yang berkaitan dengan partai tidak ada urgensinya dengan urusan pemerintah dan negara," katanya. Ke depannya, Pramono berharap SBY tidak lagi menggunakan fasilitas negara untuk membahas hal-hal yang berkaitan dengn partainya.
Konferensi pers mendadak digelar SBY pada Rabu malam, sekitar pukul 21.00. Hal yang disampaikan terkait batalnya putri mantan presiden Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, bergabung dengan Partai Demokrat.
SBY menegaskan, tidak pernah ada transaksi politik antara dia sebagai ketua umum Partai Demokrat dan Yenny Wahid. Tidak pernah ada tawaran dari dirinya agar Yenny Wahid masuk ke PD, begitu pula sebaliknya tidak ada tawaran dari Yenny untuk bergabung dengan PD. “Tidak ada sama sekali Mbak Yenny mengharapkan posisi tertentu atau jabatan tertentu, tidak ada,” kata SBY.
SBY mengakui, sempat bertemu Yenny Wahid di Cikeas dan Bali belum lama ini. Pembicaraannya seputar dunia politik ke depan. Meski awalnya ada niatan masuk PD, setelah berkonsultasi dengan kiai NU, menurut SBY, Yenni memutuskan tak bergabung dengan Demokrat. “Saya menghormatinya. Dan, saya menghargai pilihan seperti itu.”
Ketua DPP PKS Indra juga menganggap, SBY tidak bisa memilah antara posisi ketua umum partai dan kepala negara. "Tidak etis urusan partai mengunakan fasilitas negara," ujar dia. Fasilitas negara, menurut Indra, seyogianya diperuntukkan bagi kepentingan rakyat, bukan kelompok politik tertentu seperti partai politik.
Indra menyatakan, kekeliruan SBY menggunakan Istana Negara merupakan konsekuensi atas rangkap jabatan yang diemban SBY. Selain sebagai presiden, SBY juga saat ini menjabat ketua umum Demokrat.
Pidato SBY di Istana Negara terkait persoalan partai, kata Indra, menegaskan keraguan publik soal profesionalisme SBY memilah jabatan kenegaraan dan politik. "Ketika presiden rangkap jabatan, maka saya sangat yakin dia tak akan fokus mengurus negara dan rakyat Indonesia."
Ketua Harian Partai Demokrat yang juga Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah Syarif Hasan membela atasannya. Ia menilai, tidak menjadi soal jika SBY memberikan pernyataan di lingkungan Istana.
"Beliau kan tinggal di Istana, masak tak boleh. Ini kan bukan jam kerja," ujar Syarif, kemarin. Menurutnya, bukan hanya SBY yang melakukan hal tersebut, melainkan presiden sebelumnya pun demikian.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Umum Demokrat Max Sopacua. Ia juga menilai pidato SBY tak perlu dipersoalkan. Dia menambahkan, tindakan SBY hanya reaksi atas pemberitaan terkait Yenny Wahid. "Mungkin karena ditanya wartawan, masak dia harus tutup mulut," kata Max.
Ketua DPP Partai Demokrat Sutan Bhatoegana mengatakan, pidato SBY soal Demokrat tidak merugikan rakyat. Dia meminta hal-hal yang berkaitan dengan Demokrat tak melulu mesti dibesar-besarkan. “Masak mau ngomong Yenny pindah ke restoran padang," kata Sutan bertamsil.
Kekhawatiran SBY kehilangan fokus mengurusi negara mencuat kala yang bersangkutan terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum Partai Demokrat, 30 Maret lalu. Kesediaan SBY menjabat posisi penting di parpol ditakutkan melemahkan kinerja kenegaraannya. Terlebih lagi, SBY sempat meminta sejumlah menteri yang juga mengemban jabatan penting di parpol untuk lebih mengutamakan kerja kenegaraan daripada urusan partai. n m akbar wijaya/esthi maharani ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.