Ahad 28 Apr 2013 14:23 WIB
Tausyiah

Virus Elite Negeri

Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir
Foto: Republika/Agung Supri
Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Haedar Nashir -- Namanya Qarun bin Yashar. Seorang miskin dan dikenal paham kitab Taurat. Ia sepupu Nabi Musa dari pihak ayah yang silsilahnya sampai ke Nabi Ya'qub. Hidup Qarun kemudian berubah total menjadi sosok kaya raya dari kaum Bani Israil.

Menurut kisah, Qarun minta didoakan Musa agar terbebas dari kemiskinan dan menjadi hartawan terpandang. Tuhan mengabulkan hasrat saudara senasab Musa itu. Namun sayang, anugerah Allah yang melimpah ruah itu dia sia-siakan. Dia kufur nikmat dan kikir luar biasa.

Anak Yashar itu congkak dan sesumbar kalau kekayaannya murni hasil usaha sendiri. Dia juga mengeksploitasi dan merampas harta miliki kaumnya.

Qarun bersekutu dengan Haman dan Firaun memusuhi Musa. Ketiganya menolak risalah Nabiyullah itu dan menuduhnya sebagai "penyihir dan pendusta" (QS al-Mu’min [40]: 23-24).

Allah akhirnya menghukum ketiganya sebagaimana firman-Nya: "Dan Qarun, Firaun dan Haman, dan sesungguhnya telah datang kepada mereka Musa dengan (membawa bukti-bukti) keterangan-keterangan yang nyata. Akan tetapi mereka berlaku sombong di (muka) bumi, dan tidalah mereka orang-orang yang luput (dari kehancuran itu)." (QS al-Ankabut [29]: 39).

Generasi yang berperangai Qarun, Haman dan Firaun, ternyata selalu lahir di panggung sejarah setelah itu. Virus Qarun, Haman, dan Firaun dalam wujudnya yang beragam mungkin menyebar pula di negeri tercinta ini.

Tidak sedikit pengusaha dan penguasa hitam bertebaran di banyak tempat dari pusat sampai daerah. Mereka berlomba menumpuk kekayaan, kekuasaan, dan kesenangan duniawi melebihi takaran. Mereka korupsi, mengeskploitasi alam, menipu rakyat, serta melakukan segala siasat dan persekongkolan yang batil dengan cara menarabas.

Nafsu at-Takatsur

Alam semesta ini karunia dan amanat Tuhan yang harus dirawat dan digunakan sebesar-besarnya bagi kemaslahatan hidup seluruh umat manusia. Manusia pun ditugaskan Tuhan selaku khalifah untuk memakmurkan semesta dengan jiwa amanah (QS al-Baqarah [2]: 30, Hud [11]: 60).

Bumi yang terhampar luas dan mengandung segalarupa kekayaan yang bermanfaat itu boleh dibangun, tetapi jangan sekali-kali dirusak (QS al-Baqarah [2]: 11). Di dalamnya manusia diwajibkan berikhtiar dengan halal dan baik, sekali-kali jangan melakukannya dengan munkar dan batil.

Namun di tangan generasi yang mengidap virus Qarun, Haman, dan Firaun, anugerah Tuhan yang luar biasa itu jadi hancur berantakan. Bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya dijarah habis-habisan oleh generasi baru Qarun, Haman, dan Firaun.

Para koruptor kelas hiu kekayaannya mengerikan dan bertebaran di mana-mana dengan jumlah yang tak terbilang. Pengusaha-pengusaha hitam baik domestik maupun asing yang serakah menguras habis-habisan tanah dan sumberdaya alam milik negeri. Para pemegang mandat kuasa pun sama hitam perangainya, lain di bibir lain pula tindakannya.

Para pembuat kerusakan di muka bumi itu selain serakah juga kebal hukum dan moral publik layaknya Qarun, Haman, dan Firaun di masa lampau. Mereka haus kekayaan, kekuasaan, dan segala kedigdayaan duniawi nyaris tanpa batas.

Mereka tak pernah berpikir panjang akan kelangsungan negeri dan generasi bangsa ini ke depan. Mereka hanya mengejar keuntungan sebesar-besarnya dan mengabdi pada kepentingan dirinya yang tak pernah merasa puas.

Kolusi dan nepotisme pun tidak kalah marak dibanding masa lalu dalam bentuk politik dinasti. Mereka benar-benar mengidap penyakit kronis at-Takatsur. “Saling berbanyak-banyak telah melengahkan kamu, sampai kamu masuk ke liang kubur." (QS at-Takatsur [102]: 1).

Para Qarun, Haman, dan Firaun generasi baru tidak akan pernah berhenti menumpuk-numpuk kekayaan dan kekuasaan sebesar-besarnya hingga ajal memutuskan dirinya. Mungkin nafsu angakaranya terbawa hingga ke kuburan.

Nabi memberi gambaran atas perangai at-Takatsur. "Seandainya manusia memiliki dua lembah yang penuh emas, niscaya ia masih menginginkan lembah ketiga, tidak ada yang memenuhi rongga anak-cucu Adam kecuali tanah."

"Anak-cucu Adam itu berkata; 'hartaku, hartaku'. Wahai manusia, kalian sesungguhnya tidak memiliki hartamu kecuali yang telah engkau makan dan engkau habiskan, yang engkau pakai atau engkau lapukkan, atau yang engkau sedekahkan sampai habis. Selain dari itu semuanya akan engkau tinggalkan untuk orang lain." (HR Muslim).

Ketika nafsu at-Takatsur memenuhi jiwa dan kesadaran diri para ponggawa negeri, pengusaha, elite, dan siapapun yang memilikinya maka sistem sebaik apapun akan terus digerogoti, dikorupsi, dan dieksploitasi.

Bahkan pengadaan kitab suci dan tanah kuburan pun dengan tega dikorupsi. Padahal itu ranah suci dan ruhani menyangkut dunia kematian. Apalagi untuk benda-benda profan yang terbiasa dicuri dengan segala siasat dan manipulasi yang pongah.

Memperkaya ruhani

Manusia akan hilang keseimbangan manakala hasrat inderawinya melebihi takaran, sementara ruhaniahnya kering kerontang. Padahal sejatinya manusia itu makhluk ruhani, selaian jasmani.

Manusia, ujar Moslow, bukan hanya perlu makan minum dan kebutuhan biologis, tetapi memerlukan rasa dicintai dan aktualisasi diri. Para sufi bahkan membanting harga-harga duniawai ke titik zero (nol) dan menggantikannya secara ekstrem dengan nilai-nilai serbaruhani dalam jalan hakikat dan makrifat menuju Zat Ilahi.

Nabi Muhammad sejak kanak-kanak dibersihkan qalbunya agar tetap fitri dan tidak terkontaminasi debu-debu iderawi. Di Gua Hira, beliau merenungkan segala ciptaan Allah dan menyiapkan diri menerima Wahyu Ilahi.

Nabi akhir zaman itu meneladankan uswah hasanah dalam seluruh denyut kehidupannya sehingga menebar rahmat bagi semesta alam. Beliau tak tergoyahkan ketika Walid Ibn Mughirah mewakili Kaum Quraisy memberi konsesi kemegahan harta, kuasa, kehormatan, dan dibebaskan dari segala ancaman jiwa dengan syarat menghentikan risalah dakwahnya.

Jika para elite, pengusaha, dan pejabat negara di mana pun bersih ruhaninya secara autentik maka segenap tindakannya akan memancarkan pencerahan. Perilaku yang menyebarkan nilai-nilai utama yang benar, baik, dan patut.

Sebaliknya anti terhadap setiap hal salah, buruk, dan cela. Mereka meniru perangai lebah. Jika dia makan memamah makanan yang baik, bukan yang buruk dan haram. Jika dia bertindak hasilnya madu yang disenangi dan menyehatkan banyak orang. Jika dia hinggap di ranting pohon yang rapuh sekalipun tidak penah merusak.

Siapapun yang mata hatinya cerah dan mencerahkan akan menjauhi segala bentuk keburukan. Tidak berperangai seperti lalat, yang gemar hinggap di tempat kotor dan menularkan penyakit.

Tidak meniru perangai hewan apapun yang berkubang di lahan kotor dan bau busuk. Tidak pula seperti tikus yang suka merusak tanaman milik petani, sama sebangun dengan menggerogoti kekayaan negara dan merugikan hajat hidup rakyat. Apalagi seperti hewan Rubah yang licik dan buas, sebagai metafora perilaku menghalalkan segala cara demi meraih tujuan.

 Mata air segala wujud perilaku itu adanya di lubuk hati. Sabda Nabi, jika hatinya bersih maka bersihlah seluruh perilakunya. Manakala hatinya kotor maka kotorlah segenap tindakannya.

Maka, ketika para elite negeri siapapun dan di mana pun mereka berada benar-benar kaya hati nan bersih dalam sentuhan nur Ilahi yang bening dan autentik, maka yang memancar dari kata dan tindakannya ialah segala mutiara kebajikan. Bukan fasad fil-ardh. n

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement