Senin 29 Apr 2013 08:51 WIB

BBM Harus Satu Harga

Red: Zaky Al Hamzah
 Petugas mengisikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau premium pada mobil mewah di sebuah SPBU (ilustrasi).
Foto: Republika/Aditya Pradana Putra
Petugas mengisikan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi atau premium pada mobil mewah di sebuah SPBU (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Penerapan dua harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi diragukan bakal efektif untuk melakukan penghematan. Pemerintah seharusnya menaikkan harga BBM bersubsidi dengan satu harga.

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat penerapan dua harga BBM bersubsidi tidak tepat sasaran dan tidak efektif. Kelompok penerima subsidi dengan porsi yang lebih besar masih diarahkan pada pemilik kendaraan pribadi, yaitu kendaraan roda dua. “Yang berhak mendapatkan BBM subsidi Rp 4.500 adalah kendaraan angkutan umum,” ujar dia, Ahad (28/4).

Adanya perbedaan harga antara BBM bersubsidi untuk kendaraan pribadi roda dua dan empat ini justru bisa membuat masyarakat beralih menggunakan sepeda motor. Mobil pribadi membeli Premium dengan harga Rp 6.500 per liter sedangkan sepeda motor dan kendaraan berpelat kuning tetap membeli Premium dengan harga Rp 4.500 per liter.

Seperti pengalaman pada beberapa tahun sebelumnya, opsi dua harga BBM hanya memunculkan penyimpangan-penyimpangan yang merugikan ekonomi. Karena itu, ia meminta satu harga BBM saja untuk meminimalisasi persoalan-persoalan di atas.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Husna Zahir mengatakan, hal terpenting dari penerapan dua harga BBM bersubsidi ini adalah antisipasi penyalahgunaan. Dia menambahkan, kenaikan harga BBM tidak bakal diterima oleh semua orang.

Tapi, dia menilai, harga BBM menjadi Rp 6.500 seharusnya masih bisa diterima oleh sebagian besar masyarakat. Kenaikan itu juga harus dibarengi dengan kompensasi perbaikan angkutan umum.

Wakil Menteri ESDM Susilo Siswoutomo menegaskan, penerapan dua harga BBM bersubsidi ini sudah dikaji dengan matang dan melibatkan berbagai pihak. Kebijakan BBM bersubsidi penuh dan sebagian ini dinilai paling minim dampak buruknya.

“Kenaikan harga BBM akan mendorong pertumbuhan kredit motor walaupun tidak signifikan,” ujar Kepala Ekonom PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual. Dia memperkirakan pembiayaan sepeda motor tumbuh antara lima dan 10 persen.

Dia juga memprediksikan adanya pergeseran dari kepemilikan mobil menjadi kepemilikan motor. Akibatnya, kredit mobil akan melambat sebesar 15 persen. Karena kenaikan harga BBM hanya 30 persen, pengaruhnya tiga sampai empat bulan.

Pertamina telah menyiapkan empat jenis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) setelah kebijakan ini diterapkan. Kategori pertama adalah SPBU yang menjual BBM dengan harga Rp 4.500. Kategori kedua adalah SPBU yang menjual BBM dengan harga Rp 6.500. Kategori ketiga, SPBU kombinasi, yaitu BBM bersubsidi penuh dan sebagian. Kategori terakhir, SPBU yang menjual solar dengan harga Rp 4.500 dan harga BBM Rp 6.500.

Vice President Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Ali Mundakir menyatakan, pihaknya juga sudah melakukan pemetaan untuk penerapan empat kategori SPBU ini. Sebagai pembeda, dia menyebutkan, Pertamina akan memasang tanda berupa baliho dan spanduk hingga pemasangan tanda di logo merah masing-masing SPBU.

Gubenur Jawa Timur Soekarwo mengusulkan adanya perbedaan warna cat SPBU untuk penerapan empat jenis SPBU. Dia menuturkan, SPBU untuk BBM bersubsidi penuh sebaiknya tidak berwarna merah.

Opsi kedua, disarankan adanya tiket pengembalian uang sehingga saat pembelian semua harga disamakan.

Namun, konsumen mendapatkan tiket tersebut yang nantinya dapat ditukarkan ke Pertamina sesuai dengan syarat orang yang berhak menerimanya. n satya festiani/ahmad islamy jamil/c62/c20/c74 ed: ratna puspita

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement