Selasa 30 Apr 2013 08:17 WIB

Kadin Nilai Pembatasan Utang Kontraproduktif

Red: Zaky Al Hamzah
Kadin
Foto: www.pipimm.or.id
Kadin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kalangan dunia usaha menilai upaya pemerintah yang akan menerapkan batas rasio utang terhadap ekuitas (DER) sebagai upaya yang kontraproduktif. Langkah tersebut justru dianggap dapat menghambat kelancaran bisnis dan investasi pelaku usaha.

Utang luar negeri swasta yang makin tinggi membuat pemerintah akan menerapkan batas DER. Saat ini, pihak swasta terikat pada ketentuan DER yang ditetapkan, yaitu sebesar 30 persen modal dan 70 persen utang. Batasan ini diklaim kalangan dunia usaha telah berjalan dengan baik. Sehingga, menurut mereka, pemerintah tidak perlu menerapkan aturan baru.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia Hariyadi Sukamdani menilai, upaya tersebut sama saja memperlambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hariyadi pun membantah apabila kalangan dunia usaha dinilai kerap berutang dalam jumlah besar serta dalam jangka waktu pendek.

“Hal itu tidak mungkin dilakukan oleh pengusaha yang memiliki perhitungan yang matang,” katanya, Senin (29/4). Ia juga tak setuju jika utang yang diambil menyebabkan berkurangnya penghasilan bruto dalam perhitungan pajak penghasilan badan.

Selanjutnya, Hariyadi menyarankan kepada pemerintah untuk mencari sumber penerimaan pajak dari wilayah lain. Terlebih, dari wajib pajak badan saja karena baru 500 ribu perusahaan yang membayar pajak. Upaya ekstensifikasi dalam hal ini lebih baik digencarkan alih-alih intensifikasi dengan mengatur DER.

Berbeda dengan Hariyadi, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofjan Wanandi tak sepenuhnya merugikan pengusaha. Menurutnya, pembatasan tersebut ada baiknya untuk berjaga-jaga menghadapi risiko ketidakstabilan makroekonomi. Meskipun demikian, Sofjan mengingatkan pembatasan DER jangan terlampau kaku karena saat ini sebagian besar pembangunan dilakukan oleh pengusaha.

Oleh karena itu, dalam pembatasan DER, pemerintah harus melihat kemampuan perusahaan masing-masing. Ada perbedaan pada setiap perusahaan dari sisi pembiayaan. “Tapi, kalau untuk perusahaan yang kerap berspekulasi perlu diatur,” katanya.

Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar menyatakan aturan baru tersebut sangat diperlukan. Menurutnya, walaupun stabilitas keuangan dari sisi pemantauan utang relatif tertib, fundamental ekonomi makro adalah yang utama. Sehingga, penting untuk mengawal keberlanjutan fiskal, kesehatan inflasi, dan sektor riil agar tumbuh sehat. Salah satunya dengan cara membatasi DER.

Hal yang sama diungkapkan Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro. Menurutnya, kebijakan ini penting untuk menjaga kestabilan makroekonomi Indonesia dan bukan hanya sebatas upaya menaikkan penerimaan pajak. “Kalau utang luar negeri swasta berlebihan maka dikhawatirkan akan terjadi ketidakcocokan mata uang dan ketidakmampuan bayar saat jatuh tempo,” katanya.

Menurutnya, kondisi semacam itu sudah pernah terjadi pada 1998. Ketika itu, banyak pengusaha swasta yang terpaksa menutup bisnisnya akibat besarnya utang luar negeri yang mereka miliki. Hal yang sama bisa saja kembali berulang. Apalagi, saat ini pengusaha terbuai dengan banyaknya likuiditas yang ditawarkan di luar negeri, tingkat suku bunga yang rendah, dan stabilnya nilai tukar.

Hal senada juga diungkapkan Sekjen Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Harry Warganegara. Dia tidak mempermasalahkan kalau ada pembatasan besaran rasio DER dilakukan. "Ini suatu hal yang wajar," katanya. Menurutnya, pembatasan diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Tingginya utang luar negeri swasta yang umumnya bersifat jangka pendek dan menggunakan mata uang asing berpotensi menciptakan instabilitas keuangan dan makro ekonomi. Pada akhirnya, keadaan ini bisa menimbulkan kepanikan dan pelarian modal asing ke luar negeri.

Hingga Februari 2013, utang luar negeri swasta meningkat menjadi 127,092 miliar dolar AS atau Rp 1.234,825 triliun. Padahal, pada 2011 jumlahnya baru 106,73 miliar dolar AS. Rasio utang swasta terhadap produk domestik bruto (PDB) pun kini telah mencapai 30 persen. Angka ini telah melampaui rasio utang pemerintah terhadap PDB yang hanya 23 persen. n muhammad iqbal ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement