REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON — Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama kembali menyatakan komitmennya yang pernah dia sampaikan lima tahun silam. Obama berjanji akan segera menutup Penjara Guantanamo. Janji itu diucapkan Obama menyusul aksi mogok makan massal para tahanan sejak Februari.
“Ini tidak perlu terus-menerus. Maksud saya, gagasan bahwa kita akan terus menahan 100 individu di tanah tak bertuan untuk selamanya,” kata Obama. Obama tidak memastikan kapan Kamp Penyiksaan itu akan ditutup. Namun, dia menegaskan akan bertarung kembali di Capitol Hill (Kongres) agar parlemen dapat menyetujui penutupan ini.
Obama dalam kampanyenya sebelum pemilihan presiden 2008 berulang kali menegaskan akan menutup fasilitas yang dinilai diskriminatif tersebut. Setelah terpilih pada 2009. Obama juga mengulangi janjinya. Sayang, dia tidak berhasil memenuhi komitmennya karena mendapatkan perlawanan dari Kongres, khususnya Partai Republik.
Alasan yang menolak, mereka khawatir tentang keamanan dan menilai pengadilan sipil tidak bisa menangani kasus terorisme.
Obama tak terlalu menggebu-gebu kembali menutup Guantanamo setelah Kongres meloloskan aturan tentang pembatasan transfer tahanan. Presiden Afro-Amerika pertama itu telah memindahkan sekitar 600 tahanan dari Guantanamo atau juga dikenal dengan nama Gitmo ke negara-negara lain. “Kita harus keluar dari persoalan ini. Ini (Gitmo) adalah persoalan yang sudah terlalu lama,” kata Obama.
Aksi mogok makan dilakukan oleh para tahanan di Guantanamo selama lebih dari 12 pekan. Setidaknya, 100 dari 166 tahanan melakukan protes itu.
Hingga Rabu (30/4), tercatat lima tahanan terpaksa dibawa ke rumah sakit karena kondisinya yang memprihatinkan. Sementara, 21 tahanan lainnya terkulai lemas dan dipaksa mendapat asupan makanan lewat selang infus.
Otoritas penjara pun terpaksa mendatangkan puluhan tenaga medis tambahan untuk merawat dan membujuk para tahanan supaya mau makan. Obama setuju aksi pemaksaan oleh medis. “Kita tidak bisa membiarkan individu-individu ini mati,” katanya.
Aksi perlawanan ini merupakan yang terbesar dalam 11 tahun terakhir. Mogok makan ini bermula dari ketidaksenangan narapidana dengan razia yang dilakukan oleh penjaga pada Februari lalu. Petugas memeriksa dan bahkan menyita sejumlah barang pribadi para tahanan, seperti foto, surat-surat, dan Alquran. Mereka juga putus asa karena tidak tahu sampai kapan akan berada di Guantanamo.
Gitmo menjadi Kamp Tahanan AS di Teluk Kuba untuk menginterogasi para terduga teroris internasional. AS menyulap Gitmo sebagai simbol perang terhadap terorisme pascatragedi 11 September 2001. Kamp ini menjadi sorotan internasional lantaran tertutup rapat dan minim akses.
Internasional menduga banyak pelanggaran hak asasi manusia berlangsung di Gitmo. Pada 2004, Palang Merah Internasional melansir laporan tentang penyiksaan di Guantanamo.
New York Times menulis, penjara di sebelah tenggara Teluk Kuba itu telah merusak citra AS. Alih-alih memerangi terorisme, Paman Sam justru berkubang dalam kemelut terorisme luar negeri dan pelanggaran HAM.
Guantanamo juga hanya menghamburkan uang pajak masyarakat. Advokat HAM dari Komunitas Terbuka untuk Inisiatif Keadilan Amrith Singh mengatakan, Gedung Putih sebetulnya tidak buta dengan persoalan pelanggaran HAM di Gitmo. Hanya, kata dia, persoalan ini sudah terlalu lama. “Sudah waktunya untuk serius mengakhiri ‘penyiksaan’ dan penahanan ilegal ini,” kata dia.
Pengamat terorisme dari Human Right Watch (HRW) Laura Pitter menyoroti kelambanan Obama untuk merealisasikan janjinya saat kampanye 2009. Menurutnya, ini bentuk kelemahan Gedung Putih di Kongres. n bambang noroyono/ap/reuters ed: teguh firmansyah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.