REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Bom mobil yang mengguncang Kota Reyhanli, Sabtu (11/5), membuat Turki meradang. Sehari setelah insiden berdarah yang menewaskan 43 orang itu, pemerintah Turki secara tegas mengingatkan agar jangan memancing kekuatan militer negara tersebut ke dalam peperangan.
Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu menegaskan hal tersebut pascaledakan dahsyat yang mengguncang wilayah perbatasan Turki-Suriah itu. Menurut dia, pihak-pihak yang berada di balik serangan bom ini akan mendapat jawaban serius. ''Jangan pernah berusaha menguji kemampuan (militer) kami. Pasukan keamanan kami siap dengan semua yang diperlukan,'' ujarnya saat konferensi pers di Ankara, seperti dilansir sejumlah media massa internasional, Ahad (12/5).
Pernyataan Ahmet kali ini adalah yang terkeras sejak menegangnya situasi di wilayah perbatasan Turki-Suriah. Dalam pidatonya, Ahmet tidak menuduh kelompok tertentu. Namun, ia mengatakan ledakan kali ini adalah bentuk provokasi.
Ahmet yakin, kelompok tertentu sedang berusaha menyeret Turki ke dalam kecamuk perang saudara di Suriah. Namun bagi Turki, perdamaian di dalam negeri lebih utama ketimbang mengurusi persoalan eksternal di kawasan. Terkait aksi provokasi ini, Turki berusaha untuk tidak terpancing. Ahmet pun menyeru warganya untuk menolak setiap upaya adu domba.
''Ada pihak-pihak yang mencoba menyabotase perdamaian ketika kami berusaha mencari solusi damai (di Suriah),'' ujar Ahmet. Negaranya, lanjut dia, tidak terima jika kekacauan di Suriah merembet ke Turki. ''Kita akan mencari jawabannya. Kekacauan ini akan kami tuntaskan.''
Ledakan hebat di Kota Reyhanli terjadi Sabtu siang waktu setempat. Sebanyak 45 orang tewas dan 145 lainnya luka-luka. Hurriyet Dailynews melansir, hingga Ahad (12/5), tercatat 56 korban luka masih dalam kondisi kritis.
Ledakan kali ini adalah yang terparah selama dua tahun krisis keamanan di Suriah dan perbatasan Turki-Suriah. Kota Reyhanli adalah wilayah terdepan Turki di bagian timur. Letaknya sekitar 500 kilometer dari Kota Aleppo, Suriah. Kota ini juga menjadi salah satu basis pengungsian korban perang saudara di Suriah.
Menteri Dalam Negeri Turki Muammer Guler mengatakan ledakan terjadi sebanyak dua kali. Pusat ledakan berada di halaman Balai Kota Reyhanli. Dua mobil yang penuh bahan peledak mengguncang kawasan tersebut hingga dua blok dari titik ledakan.
Spekulasi pun beredar terkait motif peledakan bom kembar kali ini. Ketidakakuran Perdana Menteri Turki Reccep Tayyib Erdogan dan Presiden Suriah Bashar al-Assad membuat tuduhan mudah dialamatkan kepada rezim di Damaskus. Namun, menuduh rezim di Damaskus dalam serangan kali ini akan memperburuk situasi di Suriah. Sebab, selama ini Turki kerap menahan diri untuk tidak terlibat secara militer dalam pertikaian di Suriah.
Sebaliknya, Assad kerap menuduh salah satu negara anggota NATO tersebut sebagai pelindung pemberontak. Turki memang mendukung kelompok oposisi utama di Suriah, yakni Koalisi Nasional Suriah (SNC) membentuk pemerintahan transisi. Kota Reyhanli juga menjadi basis logistik Tentara Pemberontak Suriah (FSA).
Namun, media Barat, salah satunya the Guardian, menghubungkan ledakan ini dengan proses perdamaian Turki dengan pemberontak Kurdi. Pertengahan pekan lalu, Turki berdamai dengan sayap militer Partai Pekerja Kurdistan (PKK). Ankara dan PKK sepakat mengakhiri pertikaian selama 30 tahun. Sebagai bagian dari perjanjian itu, PKK sepakat menarik mundur 1.500 pasukan dari Gunung Qandil.
Lain lagi dengan informasi yang disampaikan Wakil Perdana Menteri Turki Besir Atalay. Berdasarkan laporan sementara intelijen, kata dia, serangan kali ini dilakukan oleh pihak-pihak dari dalam negeri, namun perencana ledakan terkait dengan dinas intelijen di Damaskus. ''Kami telah menetapkan kecurigaan terhadap kelompok yang punya afiliasi dengan Damaskus.''
Dari New York dilaporkan, Sekjen PBB Ban Ki-moon dan Menlu AS John Kerry mengutuk serangan bom di perbatasan Turki-Suriah itu. Ban Ki-moon menyebut serangan itu sebagai aksi teroris. n bambang noroyono/ap/reuters ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.