Jumat 17 May 2013 01:40 WIB
Agen CIA

CIA Abaikan Peringatan Rusia

Ryan Fogle, agen CIA yang menyamar dan tertangkap oleh pihak keamanan Rusia
Foto: Reuters
Ryan Fogle, agen CIA yang menyamar dan tertangkap oleh pihak keamanan Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW — Badan Intelijen Luar Negeri AS (CIA) telah bekerja cukup lama untuk menginfiltrasi keamanan dan agen intelijen Rusia. Hal itu disampaikan seorang pria yang mengaku sebagai pejabat Biro Federal Keamanan Rusia (FSB) kepada Channel 1 TV, Rabu (15/5).

“Selama dua tahun terakhir, kami telah mengamati upaya keras oleh CIA untuk merekrut penegak hukum Rusia dan agen keamanan,” ujarnya dengan kepala tertutup dan suara yang disamar untuk melindungi identitasnya.

Dia menambahkan, pada Januari lalu seorang agen CIA dikeluarkan paksa dari Rusia karena telah melakukan operasi rahasia. Rusia mengganggap tindakan agen-agen CIA itu meresahkan. “Kami telah meminta kolega kami, Amerika, untuk tidak melanjutkan cara-cara yang mengganggu ini. Tapi, bagaimanapun tuntutan kami diabaikan.” Keputusan untuk mengungkap kasus itu, kata dia, karena CIA tak kunjung menghentikan upaya perekrutan mereka.

Rusia menangkap diplomat asal Amerika Serikat yang diduga melakukan kegiatan spionase, Selasa (14/5) dini hari. Diplomat bernama Ryan Fogle ini tertangkap basah ketika berusaha merekrut intelijen Rusia untuk bekerja dengan CIA. Ketika tertangkap, sekretaris ketiga Kedubes AS di Moskow itu melakukan penyamaran konyol dengan menggunakan rambut palsu berwarna pirang. Dia pun membawa peralatan khusus dan segepok uang euro. Penampilannya tampak seperti agen ketika perang dingin berlangsung.

Selain itu, Kementerian Luar Negeri AS telah memanggil Duta Besar AS di Moskow, Michael McFaul, Rabu (15/5), untuk menyampaikan protes dan meminta penjelasan tentang hal ini. Sedangkan, Fogle telah masuk daftar persona nongrata atau menjadi orang yang tak diinginkan di Rusia. 

Dalam wawancara di stasiun pemerintah, pejabat FSB ini mengatakan, kontraintelijen Rusia sebetulnya telah mengawasi kedatangan Fogle di Moskow pada musim semi 2011 lalu. FSB menyadari Fogle merupakan agen CIA yang ditempatkan di kedutaan. New York Times menulis, Presiden Vladimir Putin telah lama menaruh kecurigaan terhadap Washington yang melakukan pekerjaan terselubung untuk menjatuhkannya.

Namun, pejabat di Washington belum mau berkomentar banyak seputar persoalan ini. Juru Bicara Keamanan Nasional Gedung Putih Caitlin Hayden mengatakan, Gedung Putih enggan mengomentari tuduhan terhadap Fogle.

Kasus tersebut belum memberikan dampak politik hubungan di antara kedua negara. Pertemuan antara Menteri Luar Negeri AS John Kery dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey V Lavrov tetap berlangsung di Dewan Arctic di Kiruna, Swedia, Rabu. 

Keduanya berdikusi secara intens mengenai masa depan Suriah. Mereka sepertinya tak ingin kasus mata-mata ini mengganggu upaya penyelesaian konflik di Suriah. “Kami tak mendiskusikan soal mata-mata ini,” ujarnya. Selain itu, Kerry enggan berkomentar ketika ditanya soal agen CIA yang ditangkap. Dia hanya mengatakan, “Saya mengucapkan terima kasih atas pertemuan yang produktif.”

Penangkapan Fogle telah mencuatkan beragam pertanyaan. Sejumlah analisis menilai, jika Fogle adalah agen CIA maka dia sangat bodoh. Yefgenia M Albats, penulis buku tentang KGB dan agen mata-mata di era Soviet, menganggap cara pria itu idiot. “Mengapa mereka melakukannya dengan cara-cara lama. Itu seperti era 1970-an.”

Media lokal di St Louis melaporkan, Fogle (29 tahun) lulus dari sekolah tingginya di Mary Institute dan St. Louis Country Day School pada 2002. Lalu, dia lulus dari Universitas Colgate di Hamilton , New York, pada 2006. Seorang teman tersangka mengatakan, Fogle sempat magang dan terlibat di lembaga think thank AS,  Pusat Kajian Strategis dan Studi Internasional (CSIS). 

Laman berita UPI menuliskan, Fogle menawarkan upah senilai satu juta dolar AS untuk jalur informasi tersangka Bom Boston, Tsarnaev bersaudara. FSB menuduhkan Fogle mencari akses agar dapat bertemu kelompok pemberontak di wilayah selatan Rusia.  Berdasarkan catatan Ria Novosti, setidaknya ada 12 kasus yang mencuat terkait aksi intelijen kedua negara sejak 1957. n bambang noroyono/ap/reuters ed: teguh firmansyah

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement