REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Kamis (16/5), merilis laporan awal hasil investigasi tergelincirnya pesawat milik Lion Air yang terbang dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung, menuju Bandara Ngurah Rai, Denpasar, pada 13 April. Laporan awal itu menyebutkan bahwa faktor kelalalaian pilot (human error) menjadi penyebab tergelincirnya pesawat boeing 737-800 tersebut.
Berdasarkan keterangan resmi KNKT, pada saat akan melakukan pendaratan, cuaca di atas Bandara Ngurah Rai sedang buruk. Seharusnya, pesawat itu berputar-putar dulu sebelum mendarat untuk menunggu cuaca yang baik.
“Kami mempertanyakan mengapa pilot tidak berputar-putar dulu di udara ketika tahu kondisi sedang tidak memungkinkan untuk mendarat. Pilot seharusnya tidak serta-merta mendaratkan pesawat di tengah situasi kritis,” kata Senior Investigator KNKT Mardjono kepada Republika, Kamis (16/5).
Apalagi, pesawat itu pada saat mendarat ternyata diterbangkan oleh kopilot yang baru berusia 24 tahun. Kopilot asal India tersebut diketahui baru memiliki 1.200 jam terbang.
Kopilot inilah yang mengambil alih kemudi sesaat sebelum melakukan pendaratan. Kopilot tidak bisa melihat landasan pacu pada ketinggian 900 kaki lantaran buruknya cuaca saat pendaratan.
Kopilot dua kali melaporkan tidak bisa melihat landasan pacu ketika hendak mendarat. Jarak pandang pada waktu kejadian hanya 10 kilometer.
Karena tak bisa melihat landasan pacu, Kopilot memutuskan untuk berputar terlebih dahulu. Ketika itu, jarak pandang tinggal satu sampai dua kilometer. Namun kemudian, landasan pacu terlihat kembali. Satu menit kemudian, kopilot kembali melaporkan tidak dapat melihat landasan pacu. Tiba-tiba, pesawat sudah menyentuh air.
Mardjono mengungkapkan, KNKT masih terus melakukan penyelidikan terkait kecelakaan yang hampir merenggut korban jiwa tersebut. Penyelidikan akan dilakukan kepada saksi, termasuk pilot dan kopilot yang menerbangkan pesawat.
Terkait sanksi atau teguran kepada maskapai, Mardjono mengungkapkan, hal tersebut bukan ranah KNKT. Teguran merupakan wewenang Direktorat Jenderal Perhubungan Udara.
KNKT pun memberikan tiga rekomendasi pada PT Lion Air. KNKT meminta PT Lion Air menekankan para pilot untuk mengetahui tindakan ketika penglihatan terbatas saat pesawat berada pada ketinggian rendah.
Lion Air juga harus meninjau kebijakan dan prosedur mengenai risiko pengambilalihan kendali pada ketinggian atau waktu kritis. Selain itu, perusahaan penerbangan itu juga harus memastikan pilotnya terlatih dengan memadai terkait pengambilalihan kendali pada ketinggian dan waktu kritis.
Berdasarkan laporan awal tertulis investigasi KNKT, kronologis tergelincirnya pesawat tersebut adalah pada 13 April 2013 pesawat Lion Air Boeing 737-800 lepas landas dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung, pukul 13.45 WIB menuju Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Pesawat tersebut terdiri atas dua orang pilot, lima pramugari, dan 101 penumpang.
Ketika pesawat akan mendarat di Bandara Ngurah Rai, cuaca setempat dilaporkan hujan deras. Kopilot melaporkan tidak dapat melihat landasan pacu akibat buruknya cuaca. Dua kali kopilot melaporkan tidak dapat melihat landasan pacu.
Pada pukul 15.08 menara pengontrol lalu lintas udara (ATC) Ngurah Rai memberikan izin kepada pesawat untuk melakukan pendaratan. Saat itu, ketinggian pesawat sekitar 1.300 kaki dengan kecepatan angin 120°/ 05 kts. Dua menit berselang, pesawat terempas ke lautan.
Pada 15.11 WIB, menara ATC menurunkan tim penyelamat dan pemadam kebakaran menuju lokasi kejadian. Empat menit kemudian, tim evakuasi sampai di lokasi dan mulai melakukan aksi penyelamatan. Pesawat terendam di perairan dangkal dan dalam kondisi rusak serta terbelah di bagian ekor. n friska yolandha/irfan fitrat ed: muhammad hafil
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.