Senin 20 May 2013 08:27 WIB
Mata Uang Rupiah

Pelemahan Rupiah Mengkhawatirkan

Rupiah (ilustrasi)
Foto: ANTARA
Rupiah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terdepresiasi di angka Rp 9.812 per dolar AS pada akhir pekan lalu. Bank Indonesia (BI) menilai tekanan terhadap rupiah dipengaruhi oleh ketidakpastian kebijakan harga bahan bakar minyak (BBM).

Direktur Eksekutif Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Dody Budi Waluyo mengatakan ekspektasi dari masyarakat yang masih menunggu kejelasan harga memengaruhi nilai tukar. “Dari sisi eksternalnya, gambaran dari triwulan I 2013 juga memengaruhi,” ujarnya, akhir pekan lalu.

Untuk meredam kuatnya tekanan depresiasi rupiah selama triwulan I, BI memutuskan untuk mengambil alih penyediaan sebagian besar kebutuhan valas untuk pembayaran impor minyak dari perbankan domestik. Kebijakan ini berhasil mengurangi permintaan di pasar valas dan meredam tekanan depresiasi rupiah sehingga memberi ruang kepada perbankan domestik untuk menambah simpanan valas mereka.

BI yakin kebijakan BBM yang diambil pemerintah akan memberikan pengaruh positif pada nilai tukar, neraca perdagangan, dan neraca berjalan. Sementara, BI, menurut Dody, akan menjaga nilai tukar rupiah di level fundamentalnya.

Bank sentral akan terus melakukan intervensi dengan menjaga pasokan valuta asing (valas) di pasar. Dody mengatakan perusahaan besar, seperti Pertamina dan Perusahaan Listrik Negara (PLN), akan membantu menjaga pasokan valas.

Hal berbeda diungkapkan Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar. Menurutnya, pelemahan rupiah merupakan imbas dari penguatan dolar AS terhadap seluruh mata uang dunia. Pelemahan, menurutnya, juga melanda beberapa mata uang yang kuat seperti dolar Australia. Penguatan dolar AS juga berpengaruh terhadap harga komoditas yang menjadi alternatif penyimpanan seperti emas.

Menurutnya, ke depan pelemahan rupiah kemungkinan akan terjadi kembali mengingat kondisi perekonomian global diperkirakan masih terus bergejolak. Hal ini disebabkan ketidakpastian kondisi ekonomi di Amerika Serikat, Eropa, maupun Jepang.

Meskipun demikian, Mahendra menilai pelemahan ini tidak akan memberikan dampak yang terlalu signifikan terhadap ekonomi Indonesia. Perekonomian Indonesia secara keseluruhan tidak hanya semata-mata ditinjau dari nilai tukar semata, tetapi juga fundamental ekonomi. “Jika fundamentalnya kuat diikuti dengan pengelolaan makroprudensial yang baik, semestinya tidak akan ada masalah,” katanya.

Ekonom senior Standard Chartered Bank Fauzi Ichsan menduga pelemahan ini akibat eksportir yang masih menahan dolar AS sedangkan investor asing dan BI telah melepas dolar AS ke pasar. Di sisi lain, kebutuhan dolar AS Pertamina, PLN, dan korporasi lainnya yang harus membayar utang luar negeri meningkat pesat. Jadi, kebutuhan dolar AS makin tinggi, tapi pasokan dolar di pasar terbatas.

Fauzi menjelaskan pelemahan ini bukan berarti dana dolar AS di pasaran tidak tersedia.  Sebagai contoh, cadangan devisa Indonesia berdasarkan data BI per April 2013 tercatat 107,2 miliar dolar AS. Jika ditambah dengan dana dolar AS di sistem perbankan, Fauzi memperkirakan nilainya melebihi 200 miliar dolar AS.

“Tapi, mengapa para penahan dolar AS ini belum menjual dolar AS ke pasar valas, pertanyaannya itu. Intinya ini terkait kepercayaan,” kata Fauzi. Menurut Fauzi, eksportir lebih memilih menjual dolar AS apabila nilainya terus melemah. Apalagi, kalau eksportir percaya rupiah bakal menembus Rp 10 ribu per dolar AS. Kondisi semacam ini, ujar Fauzi, kerap terjadi dan merupakan bentuk psikologis pasar. 

Ketua Dewan Pengurus Nasional (DPN) Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani menyatakan, para pengusaha khawatir menurunnya nilai tukar rupiah akan berdampak pada bisnis mereka. Pelaku industri akan kewalahan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku impor karena harganya menjadi mahal akibat nilai tukar terdepresiasi.

Dia berharap jangan sampai nilai tukar rupiah menyentuh angka Rp 10 ribu. Untuk itu, dia berharap BI segera melakukan upaya untuk menormalkan posisi nilai tukar. Dia juga mengingatkan agar masyarakat jangan panik dan berbondong-bondong membeli dolar AS karena dapat membuat posisi rupiah semakin melemah. n satya festiani/muhammad iqbal/rr laeny sulistyawati ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement