REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI bersiap menghitung ulang premi Kartu Jakarta Sehat (KJS). Gubernur DKI Joko Widodo (Jokowi) mengakui premi Rp 23 ribu per orang tidak mencukupi kebutuhan pasien.
“Besaran premi ini sebaiknya dikalkulasi lagi sebelum benar-benar diterapkan. Jika tidak maka biaya yang dikeluarkan sulit dikendalikan, apalagi kalau manajemen kontrolnya kurang bagus,” ujar Jokowi, Selasa (21/5).
Masalah lain terkait penerapan sistem KJS, menurut Jokowi, adalah belum optimalnya Indonesian Case Basic Groups (INA CBG’s), yakni sistem yang mengatur pemberian resep dan obat-obatan kepada pasien KJS. “Juga, pada RS swasta yang masih berorientasi pada keuntungan,” ujarnya.
Terkait premi kesehatan, Jokowi mengaku akan berpikir ulang untuk menaikkan jumlahnya. Jika premi dinaikkan, otomatis akan berpengaruh terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta.
Program KJS menargetkan peserta sebanyak 4,7 juta jiwa terdiri atas 1,2 juta jiwa peserta jaminan kesehatan masyarakat (Jamkesmas) dan 3,5 juta jiwa penduduk DKI lainnya. Dengan perhitungan premi per orang Rp 23 ribu setiap bulan maka total anggaran yang dikelola dalam rangka pelayanan kesehatan masyarakat di DKI Jakarta sebesar Rp 1,2 triliun yang diambil dari APBD DKI.
“Untuk menaikkan premi ini, tentunya saya harus berpikir matang dan berkoordinasi dengan dewan,” kata Jokowi. Selain permasalahan premi, Jokowi juga mengaku akan membenahi sistem yang selama ini diterapkan dalam pelaksanaan KJS sehingga layanan tersebut dapat terus dimanfaatkan oleh masyarakat.
Untuk meminta klarifikasi RS swasta yang mengundurkan diri dari program KJS , Wakil Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) akan memanggil 16 rumah sakit (RS) tersebut. Hingga kini, secara resmi Pemprov DKI baru menerima surat pengunduran diri dua RS.
Pemanggilan tersebut akan dilakukan sebelum evaluasi program KJS Juni mendatang. “Kita akan panggil mereka akhir bulan ini,” ujarnya. Ahok berharap dengan pemanggilan tersebut komunikasi antara Pemprov DKI dan RS swasta tersebut menjadi lebih baik .
Adapun 16 RS yang mengundurkan diri, yaitu RS MH Thamrin, RS Admira, RS Bunda Suci, RS Mulya Sari, RS Satya Negara, RS Paru Firdaus, RS Islam Sukapura, RS Husada, RS Sumber Waras, RS Suka Mulya, RS Port Medical, RS Puri Mandiri Kedoya, RS Tria Dipa, RS JMC, RS Mediros, serta RS Restu Mulya.
Wakil Ketua Komisi IX DPR Irgan Chairul Mahfiz menilai, pengunduran diri 16 RS tersebut dapat mengganggu pelayanan kesehatan masyarakat kurang mampu.
Irgan menyebutkan bahwa 16 rumah sakit mengundurkan diri dari program KJS akibat pertimbangan perubahan pola pembiayaan pelayanan kesehatan masyarakat yang dilakukan PT Asuransi Kesehatan (Askes). Perubahan pola pembiayaan ini membuat nilai pembayaran sangat kecil saat terjadi klaim oleh pengelola 16 RS tersebut. PT Askes mengelola pelaksanaan jaminan kesehatan untuk warga Pemprov DKI Jakarta berdasarkan perjanjian kerja sama yang disepakati Pemprov DKI dan PT Askes pada April 2013.
Irgan mengatakan, sasaran program KJS merupakan masyarakat miskin dan hampir miskin. Selain itu, pelaksanaan KJS sejauh ini banyak dipergunakan masyarakat yang mau menggunakan puskesmas dan fasilitas rawat inap kelas III di berbagai RS.
“Bisa dibayangkan program KJS jelas terganggu dengan pengunduran diri 16 rumah sakit (RS) itu. Lalu, akan berapa banyak masyarakat miskin yang kesulitan mengakses dan mendapatkan pelayanan kesehatan,” katanya.
Ia juga mengingatkan pemerintah dan DPR sudah bersepakat menerapkan BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) mulai 1 Januari 2014. “Jangan sampai program sistem jaminan sosial nasional yang akan dikembangkan itu pun tidak berjalan sebagaimana mestinya,” ujarnya. N c72/antara ed: wulan tunjung palupi
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.