REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kehutanan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menandatangani Komitmen Penerapan Program Pengendalian Gratifikasi di Jakarta, Selasa (21/5). Program itu bertujuan mendukung upaya pemberantasan tindak pidana korupsi di lingkungan Kemenhut.
Dokumen komitmen Kemenhut dan KPK ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal Kemenhut Hadi Daryanto dan Deputi Bidang Pencegahan Korupsi KPK Iswan Elmi. Acara yang disaksikan langsung Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan dan Pimpinan KPK Adnan Pandu Praja itu juga dihadiri para pejabat eselon II dan eselon III di Kemenhut.
Dalam dokumen komitmen tersebut, Kemenhut akan berperan sebagai pihak yang menerapkan dan melaksanakan fungsi program pengendalian gratifikasi di lingkungan organisasinya. Sedangkan KPK akan memberikan asistensi, konsultasi, bimbingan, dan monitoring evaluasi kepada Kemenhut terkait penerapan program pengendalian gratifikasi.
Dalam sambutannya, Menhut mengatakan, sejak 2010 Kemenhut telah menjalin kerja sama dengan KPK terkait kinerja dan program kementerian. Hasil Kajian KPK telah merekomendasikan perbaikan-perbaikan atas 17 kelemahan sistemik di Kemenhut yang meliputi aspek regulasi, aspek kelembagaan, aspek tata laksana, dan aspek manajemen sumber daya manusia.
Berdasarkan hasil kajian itu, pada 2012 Kemenhut telah menyelesaikan 14 kelemahan sistemik dan menyisakan tiga masalah lainnya yang sampai sekarang masih terus diupayakan perbaikan dan penyempurnaannya.
“Kementerian Kehutanan juga telah menyusun nota kesepahaman dengan 11 instansi pemerintah untuk percepatan pengukuhan hutan di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono,” kata Zulkifli Hasan.
Menyangkut penegakan hukum melalui multidoors dan penyampaian Laporan Penanganan Perkara Kejahatan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup, para pejabat setingkat eselon I Kemenhut juga menandatangani komitmen implementasi bersama instansi lainnya. Instansi yang dilibatkan dalam hal ini adalah Kementerian Lingkungan Hidup, Kejaksaan Agung, Kepolisian, dan Kementerian Keuangan.
Dengan perbaikan-perbaikan tersebut, Menhut mengharapkan sumber daya hutan sebagai salah satu kekayaan negara bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Hal itu sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. “Semoga ini semua dapat diwujudkan dalam waktu yang tidak terlalu lama,” kata Menhut.
Menhut melanjutkan, penanganan gratifikasi di lingkungan Kemenhut dilaksanakan sebagai implementasi dari Instruksi Menteri Kehutanan Nomor INS.3/MENHUT-II/2011 tanggal 22 September 2011 tentang Peningkatan Kinerja dan Pencegahan Korupsi di lingkungan Kementerian Kehutanan dan Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor SE.2/MENHUT-II/2012 tanggal 2 April 2012 tentang Pelaporan Gratifikasi Lingkup Kementerian Kehutanan.
Melalui Instruksi dan Surat Edaran tersebut, Menhut menugaskan Inspektur Jenderal Kemenhut untuk memonitor dan mengevaluasi pelaksanaan sistem penanganan pengaduan masyarakat, pelaporan gratifikasi, dan pelaporan gratifikasi yang diterima oleh setiap pegawai di lingkungan Kemenhut kepada KPK.
“Para pegawai di lingkungan Kementerian Kehutanan harus aktif melaporkan gratifikasi yang diterima kepada pimpinannya untuk diteruskan ke eselon I dan KPK,” tegas Menhut.
Guna menegaskan komitmen ini, Kemenhut juga membentuk Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) yang dikoordinasikan langsung oleh Irjen. Selain itu, Kemenhut juga melaksanakan Training of Trainers (ToT) kepada perwakilan masing-masing eselon I. Zulkifli menyatakan, dia sangat serius dalam komitmen gratifikasi tersebut. “MoU ini yang akan menyelamatkan kita. Mari kita jadikan kementerian ini sebagai model. Kita tidak main-main dalam hal ini,” katanya.
Sekretaris Jenderal Kemenhut Hadi Daryanto menegaskan, dia menjamin kerahasiaan identitas pelapor gratifikasi, kecuali apabila data pelapor dibutuhkan dalam penyidikan.
“Misalnya terkait perizinan, jika pejabat terkait mendapatkan sumbangan dalam acara perkawinan dari suatu perusahaan yang masih berurusan dengannya, dia harus melapor,” kata Hadi.
Wakil Ketua KPK Adnan Pandu menyatakan, sering terjadi benturan kepentingan yang mengarah pada korupsi dalam proses kerja di kementerian. Menurut dia, salah satu nilai kode etik adalah kejujuran. “Perlu adanya komisi etik untuk mengawasi anggota yang melanggar kode etik. Selanjutnya, jika ada anggota yang melanggar akan ditindak di sidang etik,” katanya. n meiliani fauziah/antara ed: eh ismail
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.