REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertahanan Indonesia lemah dari upaya penyusupan dan aktivitas intelijen asing. Mereka bisa bergerak leluasa di sejumlah wilayah rawan konflik, seperti Aceh dan Papua.
Pengamat intelijen Wawan Purwanto mengatakan, memang tidak ada negara yang steril dari infiltrasi asing, termasuk Indonesia. Tapi, dia berharap, aktivitas intelijen asing di Indonesia ini tidak sampai menggoyang negara.
Karena itu, pemerintah dan masyarakat perlu meningkatkan kewaspadaan. "Para agen asing ini masuk dengan berbagai samaran, bisa menjadi pebisnis, diplomat, turis, jurnalis, juga peneliti," kata Wawan, Senin (27/5).
Dia mencontohkan, keterlibatan agen asing secara aktif terlihat pada berbagai konflik suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di Tanah Air. mereka sering memanfaatkan orang-orang lokal untuk bekerja bagi kepentingannya. Indonesia menjadi sasaran karena memiliki sumber daya alam melimpah yang dimanfaatkan agen asing demi menguntungkan negaranya.
Dugaan aktivitas intelijen asing kembali mencuat setelah TNI Angkatan Udara menahan pesawat militer milik Amerika Serikat (AS) jenis Dornier 328 di Bandara Sultan Iskandar Muda, Aceh. Pesawat yang terbang dari Maladewa tujuan Singapura ini diklaim Pemerintah AS kehabisan bahan bakar dan masih memiliki izin terbang ke Aceh. Ternyata, izin itu sudah habis.
Pesawat ini ditumpangi tiga militer dan dua sipil. Setelah mengantongi izin dari TNI dan Kemenlu, pesawat inipun dilepas menuju Singapura. AS mengakui pesawatnya itu melanggar wilayah Indonesia. Insiden pesawat asing terbang di langit Indonesia juga pernah terjadi pada 2009 ketika Sukhoi TNI AU memergoki pesawat itu dan nyaris ditembak.
Pemerintah Indonesia menganggap insiden ini tidak ada kaitannya dengan aktivitas intelijen asing, melainkan hanya masalah teknis. Menko Polhukam Djoko Suyanto belum mendapat informasi terkait langkah Kementerian Pertahanan atas aktivitas intelijen asing. Langkah-langkah penanganan ini, kata Djoko, menjadi otoritas Menteri Pertahanan (Menhan).
Sebelum kasus pesawat nyasar ini, sejumlah kalangan menduga adanya peran intelijen asing pada kasus pengibaran Qanun (bendera) Aceh, beberapa waktu lalu. Aceh menjadi sasaran agen asing karena besarnya minat AS memiliki pangkalan militer di Sabang. Selain Aceh, Papua menjadi surga aktivitas intelijen asing karena kekayaan alamnya.
Staf Ahli Menhan Bidang Keamanan Mayjen Hartind Asrin mengakui adanya aktivitas intelijen asing di Indonesia. Dia memastikan agen asing ini mendapat pengawasan. Meski begitu, pemerintah hanya mendapat gambaran umum mengenai identitas para agen itu. Pasalnya, mereka kerap berkedok sebagai anggota LSM atau profesi lainnya.
Menurut Kasubdit Ormas Kementerian Dalam Negeri Bahtiar, LSM asing tidak bisa berdiri sembarangan. "Pendirian semua LSM asing harus melalui satu pintu clearence house di Kemenlu," kata dia. Aturan ini tercantum dalam Rancangan Undang-Undang Organisasi Kemasyarakatan (RUU Ormas).
DPR pun bereaksi keras atas kasus nyasarnya pesawat militer AS ini. Mereka meminta pemerintah untuk tidak menganggap enteng kasus ini karena indikasi adanya kegiatan intelijen sangat kuat. Apalagi, alasan yang dipakai AS terkesan mengada-ada, mengingat mereka memiliki peralatan navigasi canggih dan perhitungan penggunaan bahan bakar yang akurat. n ahmad islamy jamil/gilang akbar prambadi/dyah ratna meta novia ed: m ikhsan shiddieqy
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.