Rabu 29 May 2013 08:50 WIB
Pajak UKM

Pajak UKM Dinilai Tak Perlu

Perajin UKM (ilustrasi)
Foto: nenygory.wordpress.com
Perajin UKM (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pemerintah tahun ini berencana memberlakukan pajak penghasilan (PPh) kepada pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) dengan omzet antara Rp 0 hingga Rp 4,8 miliar sebesar satu persen. Namun hingga kini, rencana tersebut masih menimbulkan perdebatan di masyarakat.

Ekonom Centre for Information and Development Studies (Cides) Umar Juoro menilai pemberlakuan pajak UKM tidak akan banyak membantu peningkatan penerimaan perpajakan. “Pada saat kita harus mendorong UKM, semestinya UKM mendapatkan insentif pajak, bukan memberikan tambahan beban,” ujarnya, Selasa (28/5). Menurut Umar, bila pemerintah menginginkan kenaikan penerimaan perpajakan, pemerintah bisa melakukannya dengan meningkatkan kepatuhan pembayar pajak besar. 

Ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Latif Adam menyebut, Direktorat Jenderal Pajak harus lebih menyasar WP badan baru bila ingin meningkatkan penerimaan pajak. Proporsi WP badan masih sangat rendah. Ditjen Pajak masih fokus meningkatkan jumlah WP perorangan. Padahal, ruang untuk mengoptimalkan WP badan masih terbuka lebar. “WP badan harus dijadikan target utama. Arah SPN harus ke sana,” ujarnya.

Guru Besar Perpajakan dari Universitas Indonesia, Gunadi, mengatakan, potensi pajak dari UKM memang cukup besar. Saat ini, pelaku UKM berjumlah sekitar 50 juta perusahaan. Bila setengahnya sudah berbentuk badan, diperkirakan akan ada tambahan wajib pajak badan sekitar 20 juta orang. Ditambah WP badan yang sekarang kira-kira 22 juta wajib pajak.

Potensi ekonomi dari peningkatan itu, ujar Gunadi, kira-kira 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sekitar Rp 2.500 triliun. Dengan potensi PPh tujuh persen ekuivalen rasio pajak dengan tarif pengusaha kecil 12,5 persen maka ada potensi PPh Rp 90 triliun. “Kalau kena dua persen dari omzet maka potensinya kira-kira Rp 60 triliun dengan omzet Rp 30 ribu triliun,” katanya.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Permadi Soemantri Brodjonegoro menilai, satu-satunya cara untuk memperluas basis pajak demi meningkatkan penerimaan perpajakan adalah melalui pengenaan pajak terhadap UKM. “Emang siapa lagi yang mau dipajakin? Semua orang yang berhak bayar pajak sudah ditagih,” katanya.

Selanjutnya, Bambang memastikan pajak yang akan dikenakan bukanlah terhadap UKM skala kecil, melainkan UKM yang skalanya menengah dan besar, khususnya di sektor ritel. Misalnya, penjual telepon seluler di pusat-pusat perbelanjaan.

Tahun ini, target penerimaan perpajakan mengalami penurunan karena kondisi perekonomian global masih memengaruhi harga komoditas. “Pelemahan ekonomi global mengakibatkan penerimaan dari harga komoditas dan energi mengalami penurunan,” kata Menteri Keuangan Chatib Basri.

Chatib menambahkan, penerimaan perpajakan juga mengalami penurunan karena penerimaan dari sektor minyak dan gas serta pertambangan tidak seperti yang diharapkan. Hal ini disebabkan berkurangnya permintaan komoditas dari negara maju.

Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany mengatakan, sebagai upaya meningkatkan penerimaan perpajakan dan antisipasi dari kondisi perekonomian global yang belum membaik, akan diupayakan peningkatan pendapatan dari sektor lain. “Kami cari sektor ekonomi yang belum dipajaki secara optimal, terutama individu orang pribadi dan sektor properti yang tumbuh, tapi kurang optimal penerimaannya,” katanya.

Penerimaan perpajakan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013 turun menjadi Rp 1.139,3 triliun. Sebelumnya, dalam APBN 2013, penerimaan pajak ditetapkan mencapai dari Rp 1.193 triliun. n muhammad iqbal/antara ed: fitria andayani

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement