REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta memvonis bersalah politikus Golkar Zulkarnaen Djabbar dan putranya, Dendy Prasetya, dalam kasus korupsi pengadaan laboratorium dan salinan Alquran di Kementerian Agama (Kemenag). Zulkarnaen diganjar hukuman 15 tahun penjara, sementara Dendy dikenai delapan tahun penjara.
“Menyatakan terdakwa I (Zulkarnaen) dan II (Dendy) terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama yang merupakan gabungan perbuatan,” ujar Hakim Ketua Afian Tara di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (30/5).
Selain hukuman penjara, Zulkarnaen dan Dendy diwajibkan membayar denda 300 juta subsider satu bulan penjara.Zulkarnaen dan Dendy dianggap bersalah menerima aliran dana haram dalam proyek pengadaan laboratorium untuk madrasah tsanawiyah (Mts) di Kemenag tahun 2011. Keduanya juga menerima uang dari pengadaan Alquran di Kemenag tahun anggaran 2011 dan 2012.
Menurut majelis hakim, kedua terpidana terbukti menerima uang senilai Rp 11,49 miliar terkait proyek-proyek tersebut. Uang tersebut berasal dari Abdul Kadir Alaydrus sebagai pengelola perusahaan pemenang tender. Uang dari Abdul Kadir diterima Zulkarnaen melalui Dendy dan ditransfer ke rekening perusahaan keluarga.
Alasan pemberian uang karena Zulkarnaen selaku anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR memiliki kuasa mengatur anggaran untuk Kemenag. Selain itu, Zulkarnaen juga mengupayakan tiga perusahaan memenangi proyek-proyek di Kemenag.
Di antara perusahaan-perusahaan tersebut adalah PT Batu Karya Mas sebagai pemenang tender proyek pengadaan laboratorium Mts di Kemenag tahun 2011, PT Adhi Aksara Abadi, sebagai pemenang tender pengadaan Alquran tahun 2011, dan PT Sinergi Pustaka Indonesia sebagai pemenang lelang proyek Alquran tahun anggaran 2012.
Hukuman terhadap Zulkarnaen lebih berat dari tuntutan jaksa yang memintakan hukuman 12 tahun penjara. Meski demikian, hukuman atas Dendy lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni sembilan tahun penjara.Awal mula keterlibatan Zulkarnaen dan Dendy dalam kasus bermula pada September 2011. Kala itu, mereka melakukan pertemuan dengan pengusaha Fahd El Fouz di ruang kerja Zulkarnaen.
Zulkarnaen meminta Dendy dan Fahd mencermati proyek-proyek di Kemenag yang ia ketahui. Ia juga meminta bantuan Fahd sebagai broker tiga proyek di Kemenag. Setelah fee disepakati, Zulkarnaen kemudian melaksanakan tugasnya mengawal proyek di Kemenag.
Dalam sejumlah rekaman pembicaraan telepon yang diperoleh KPK, Zulkarnaen terdengar memengaruhi pihak-pihak di Kemenag untuk memenangkan peserta tender tertentu. Zulkarnaen juga menyarankan Kemenag menyingkirkan perusahaan-perusahaan tertentu.
Dalam pledoinya, Zulkarnaen selaku anggota Komisi VIII DPR membantah telah melakukan intervensi. Ia hanya mengatakan ingin membantu juniornya di Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) dengan berbicara kepada pejabat di Kemenag. Ia juga membantah menerima aliran dana.“Jelas tidak adil,” kata Zulkarnaen seusai persidangan di Pengadilan Tipikor, kemarin.
Menurutnya, sidang tak berimbang karena saksi yang memberatkannya hanya seorang. Ia mengatakan, kasus korupsi yang menjeratnya terkait persaingan internal di Partai Golkar. Hal ini ia duga karena penetapan tersangka atasnya berbarengan dengan deklarasi Ketua Umum Golkar Aburizal Bakrie. Ia mengancam akan buka-bukaan menyebut pihak-pihak lain dalam sidang banding.
Nama Wakil Ketua DPR dari Fraksi Golkar Priyo Budi Santoso sempat masuk dalam dakwaan jaksa. Ia tertulis sebagai salah satu penerima fee. Meski demikian, ketika bersaksi di persidangan, Fahd El Fouz mengaku hanya mencatut nama Priyo.
Pekan lalu, Ketua KPK Abraham Samad kembali menyinggung dugaan keterlibatan Priyo. Menurutnya, KPK masih mendalami hal tersebut. Priyo menegaskan tak terlibat menyusul keterangan Abraham Samad. Menurutnya, sudah jelas dalam persidangan bahwa sejumlah pihak mencatut namanya. “Saya tidak terkait sama sekali dan tidak tahu-menahu. Dan yang disadap bukan telepon saya, tapi pembicaraan orang-orang yang mencatut nama saya,” ujar Priyo, Selasa (28/5). n irfan fitrat ed: fitriyan zamzami
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.