REPUBLIKA.CO.ID, Sarah Alya Firnadya biasa sibuk dengan kegiatan Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) sejak terdaftar sebagai murid Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 8 Jakarta pada 2010. Sarah meninggalkan kegiatan ekstrakurikuler itu setelah naik ke kelas XII. Sarah menantang dirinya untuk meraih nilai yang bagus pada Ujian Nasional (UN) 2013. Targetnya, meraih nilai 100 untuk pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA). Menegaskan komitmennya itu, dia memilih lebih fokus belajar.
Remaja kelahiran 17 April 1996 ini bersekolah mulai pukul 06.30 WIB hingga pukul 15.15 WIB. Saat pendalaman materi di sekolah, ia banyak berlatih mengerjakan soal-soal yang diberikan guru.Kalau ada yang tidak dimengerti, Sarah mendiskusikan soal itu bersama teman-temannya. Selepas belajar di sekolah, dia kembali mengikuti bimbingan belajar hingga pukul 20.00 WIB.
Biasanya sampai rumah sudah tinggal istirahat saja, kata penggemar film ini.Kerja kerasnya mempersiapkan UN berbuah manis. Sarah bukan sekadar mendapatkan nilai bagus, ia juga menempati peringkat ke-10 nasional. Nilai rata-rata Sarah 9,73. Sulung dari empat bersaudara ini mengaku terkejut saat namanya tercantum dalam 10 siswa peraih nilai UN tertinggi nasional.
Atas prestasinya itu, Sarah langsung diterima untuk melanjutkan studi di Jurusan Teknik Material dan Metalurgi Universitas Indonesia (UI) sesuai cita-citanya. Awalnya, Sarah belum memutuskan akan kuliah di jurusan apa. Setelah berdiskusi dengan ayahnya, Sarah mantap memilih Jurusan Teknik Material dan Metalurgi sebagai bidang studinya.
Ayah Sarah, yaitu Prof Nandy Setiadi Djaya Putra, merupakan guru besar di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik UI. Sarah memilih Jurusan Teknik Material dan Metalurgi UI karena belum banyak orang Indonesia yang menekuni bidang ini. Dia juga melihat prospek lulusan jurusan tersebut lebih bagus.
"Nanti bisa masuk ke industri otomotif untuk buat pesawat dan kereta, seperti Pak Habibie," kata Sarah. Habibie, presiden ke-3 RI, merupakan insinyur yang mengembangkan teori terkait termodinamika, konstruksi, dan aerodinamika yang dikenal sebagai Faktor Habibie, Theori Habibie, dan Metode Habibie. Habibie juga merancang pesawat terbang, di antaranya, N250.
Seperti halnya Habibie yang lulusan Universitas Aachen di Jerman, Sarah sebenarnya berniat melanjutkan sekolah di negeri itu. Ia bahkan sudah menjatuhkan pilihannya, yaitu Universitas Duisburg-Essen Jerman. "Jerman dikenal punya kualitas pendidikan terbaik di dunia, khususnya untuk bidang teknik," kata Sarah.
Namun, remaja yang pernah mengikuti kelas akselerasi saat SMP ini harus mengurungkan niatnya. Sarah belum mampu memenuhi standar ujian bahasa Jerman, salah satu syarat kuliah di sana. Namun, Sarah tidak langsung mengubur mimpinya itu. Setelah lulus dari UI, ia berencana melanjutkan S-2 di Jerman. Cita-cita Sarah tidak berhenti. Dia menargetkan meraih gelar profesor sebelum berusia 39 tahun, mengikuti jejak ayahnya yang meraih gelar profesor teknik pada usia tersebut. n c01 ed: ratna puspita
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.